
Alas Roban,
hutan kecil di sebuah Kecamatan Gringsing, kecamatan yang terletak paling timur
di Kabupaten Batang - Jawa Tengah. Jalanan yang begitu menanjak dan berkelok di
sebuah bukit dengan rindangnya pepohonan jati berukuran besar. Jalur yang
dikenal angker karena banyak kejadian yang tak lazim dan banyaknya kecelakaan.
Di jalur lama (tengah) terdapat tugu keselamatan. Tak jauh dari itu terdapat
makam petilasan Syekh Jangkung yang dulu pernah berkuasa di daerah itu, namun
nisan untuk memperingatinya tumbang di dekat salah satu pohon jati yang cukup
besar. Roban berasal dari kata ‘rob’ yang berarti air naik, kata ini sangat
dikenal oleh masyarakat pesisiran. Kampung Roban sendiri ada di Kecamatan
Subah. Roban berada di daerah pantai Laut Jawa. Suasana tempat ini hingga
sekarang masih saja diselimuti hawa mistik yang kental. Perkampungan Roban
dahulu dikenal dengan Roban Siluman. Konon pada waktu yang telah lampau,
masyarakat Roban banyak yang memiliki ilmu tinggi hingga dapat merubah dirinya
sebagai buaya. Dari sinilah dikenal siluman buaya yang menjadikan Roban sebagai
Roban Siluman. Namun demikian Alas Roban dan Roban memiliki peran penting jika
dilihat dari sejarahnya. Kabupaten Batang dahulu dikenal sebagai kawasan Alas
Roban yang masih sepi belum seramai pemukiman penduduk sekarang ini. Alas Roban
dikenal dengan tempatnya para siluman, lelembut, dan garong (perampok).
Kawasannya terhitung mulai Perbatasan Kabupaten Kendal dengan Kabupaten Batang
saat ini hingga Kota Pekalongan. Pada jaman Pemerintahan Sultan Agung Mataram
Islam sekitar tahun 1620an, terjadi penolakan paham antara VOC dan Mataram yang
sebelumnya menjalin diplomasi dalam kawasan dan penyediaan persenjataan. Sultan
Agung bermaksud menggempur VOC yang berada di Batavia. Pasukan yang terlibat dalam
penyerangan berasal dari berbagai tempat di Jawa. Untuk dapat mendukung
persediaan logistik maka dibangun pos-pos pendukung logistik di berbagai tempat
yang salah satunya di Alas Roban. Dalam membangun pos di Alas Roban, Sultan
Agung mengutus Ki Bahurekso untuk membuka Alas Roban. Pembukaan konon dimulai
dari Kecamatan Subah ke arah barat. Hal ini dimaksudkan untuk membuka lahan
yang akan digunakan untuk menanam berbagai macam sumber makanan untuk mendukung
kebutuhan logistik. Pada saat berada di Kali Lojahan (Kramat), Bahurekso
berencana membuat bendungan. Namun di tempat yang akan di bangun bendungan
terdapat kayu besar yang melintang di sungai. Kemudian beliau bertapa pada
Malam Jum’at Kliwon untuk mendapatkan bantuan kekuatan. Kemudian kayu dapat diangkat
dan dihancurkan, peristiwa ini disebut Ngembat Watang (Mengangkat Kayu) yang
kemudian dijadikan nama Batang. Peristiwa pertapaan Ki Bahurekso kemudian
diperingati dengan acara Kliwonan yang dilaksanakan setiap Jum’at Kliwon di
Alun-Alun Kota Batang. Pos yang dibangun diperkirakan berada di daerah
Balekambang, Gringsing. Di sini terdapat pesanggrahan yang diyakini peninggalan
Sultan Mataram. Ditambah dengan adanya patung ular yang mirip dengan
Hardowaliko yang dipamerkan di Kraton Mataram Jogjakarta namun tanpa mahkota.
Balekambang adalah sebuah bangunan diatas sumber mata air yang muncul dari
tanah. Di sekitarnya terdapat rawa yang cukup luas yang kini berubah menjadi
persawahan. Dapat dilihat dengan jelas bahwa persawahan di sekitarnya adalah
sawah yang berdiri diatas bekas rawa karena tekstur tanahnya. Balekambang
kemudian dijadikan sumber irigasi untuk sawah yang luas. Jalur Tengah (lama)
Alas Roban dibangun oleh Belanda, tak jauh dari jalur lama itu terdapat Goa
Jepang. Goa Jepang dibangun sekitar tahun 1942 oleh Jepang. Di Batang ditemukan
2 Goa Jepang yaitu di Alas Roban dan Pantai Roban. Goa Jepang di Alas Roban
terdapat sekitar 13 mulut goa buatan saat romusha dan 1 goa alami. 1 goa
berkedalaman 30 meter lebih, dan 12 lainnya antara 5-20 meter letaknya berjajar
di dekat sungai kecil. 1 goa alami terletak di atas bukit. Untuk goa buatan
yang berkedalaman 30 meter lebih konon dapat menampung 8 tank ukuran tank saat
itu. Sungai kecil yang ada di dekat goa ternyata adalah bekas jalur tank yang
menghubungkan jalur lama dengan jalur lingkar yang baru dibangun tahun-tahun
lalu. Goa Pantai Roban dibangun sekitar 1942 dan digunakan hingga tahun 1948
oleh Jepang. Goa Pantai Roban ini terletak didekat Kali Ngodek yang cukup lebar
dan berkedalaman 20 meter. Menurut saksi mata dahulu ini dijadikan pelabuhan
Jepang saat memperebutkan Indonesia dengan Belanda. Goa tersebut dijadikan
persembunyian oleh jepang. Jepang pada tahun 1945 saat kemerdekaan RI belum
pergi dari Indonesia, mereka baru pergi dari Indonesia setelah sekutu
melepaskan bom atom ke kota Nagasaki dan Hirosima.

Misteri Alas Roban (RUTE
PALING MENYERAMKAN) Meski terkenal sebagai kawasan hutan jati ‘spooky' di Jawa
Tengah , tempat ini punya cerita tersendiri . Khususnya di ‘zaman silam',
ketika ruas baru Alas Roban yang dibangun Pemerintah Indonesia belum ada. Semua
jenis kendaraan, mulai bus umum, truk sampai kendaraan pribadi harus melintasi
rute ini. Salah satu kebiasaan yang dilakukan orangtua saya ketika kami
-putra-putrinya-masih kecil adalah berwisata dengan mobil pribadi dari Jawa
Timur ke Jawa Tengah saat liburan sekolah anak-anak. Dan itu artinya melintasi
rute sepanjang Pantura dari Surabaya sampai Semarang, ditambah Jogjakarta, Solo
sampai Temanggung dan Parakan. Salah satu rute favorit kami sebagai anak-anak
di bawah limabelas tahun adalah Alas Roban, lengkap dengan segala kisah
‘spooky' yang dimilikinya. Seperti kondisinya sebagai bagian dari Grote
Postweg, jalanan licin tanpa penerangan di malam hari dengan lintasan
berliku-liku alias meliuk-liuk yang bisa bikin perut mual, sampai begal atau
rampok yang menunggu di tempat-tempat strategis. Termasuk juga ‘wingitnya' atau
seramnya si hutan sendiri dalam deskripsi visual. Sebelum masuk hutan dan
sesudah keluar hutan, terdapat begitu banyak resto dan warung makanan. Termasuk
sate kambing muda Subali di daerah Subah yang cukup terkenal itu. Tapi begitu
masuk hutan sejauh 1 km, tak ada warung apapun yang bisa dijadikan tempat
‘ngiras' atau mengudap makanan. Jelajah Keangkeran Alas Roban, Batang, Jawa
Tengah. Adakah perjalanan yang lebih menyeramkan yang melebihi perjalanan
melewati Alas Roban? Zaman dulu Alas Roban terkenal angker, gung liwang-liwung,
gawat keliwat liwat menjadi momok menakutkan bagi masyarakat ataupun sopir
ketika melewatinya. Bagaimana dengan sekarang? Misteri apa sebenarnya yang
menyelimuti hutan angker ini? Menuju Alas Roban dari Semarang, bisa ditempuh 2
jam perjalanan dengan mengendarai sepeda motor. Setelah perbatasan Kendal di
sebelah barat, alas itu bisa dicapai kira-kira lima belas menit perjalanan. Ada
dua jalur yang harus dipilih ketika sampai di Desa Kutosari. Kalau Anda
melewati Alas Roban yang sebenarnya, maka ambil jalur kanan. Dari jalur sebelah
kanan ini, jalur lurus yang ditempuh juga akan menemui muara 2 jalur lagi. Nah,
jalur yang terkenal menyeramkan adalah jalur yang sebelah kiri. Sebenarnya,
saat ini jalur Alas Roban terbagi menjadi tiga. Jalur yang pertama melewati
sisi selatan, dengan jalanan menanjak dengan beton putih. Jalur ini dimulai
dari Desa Kutosari seperti yang disebutkan di atas. Jalan ini baru dibangun
sekitar tahun 2000-an. Kemudian jalur yang kedua, ini dimulai dari Desa Plelen.
Jalur dari Plelen ini bercabang dua. Jalur asli Alas Roban yang terletak di
kiri. Sementara jalur yang kanan atau jalur yang ketiga, berada di sisi utara
yang dibangun sekitar tahun 1990-an. Keangkeran Alas Roban memang sudah
terkenal sejak dulu. Utamanya ketika dua jalur di sisi selatan dan utara belum
dibangun. Setiap pengendara pasti mengalami peristiwa yang berbeda-beda ketika
melewatinya. Hal ini karena memang jalanan yang turun-naik, menikung tajam,
dengan kiri kanan terdapat tebing atau jurang. Tetapi bukan itu sebenarnya yang
menyeramkan. Dahulu, ketika akan lewat jalur ini akan melewati dua tantangan
sekaligus. Tantangan pertama, tantangan yang kelihatan mata, yaitu adanya
gerombolan penjahat dan bajing loncat yang siap menggasak barang bawaan apa
saja. Dulu, karena rawannya, kendaraan yang melintas malam hari tidak berani.
Untuk kendaraan yang datang dari arah timur atau Semarang berhenti di depan
Pasar Plelen. Sementara dari arah barat atau Jakarta, istirahat di Banyuputih.
Mereka baru berani melintasi jalan Alas Roban ketika pukul 05.00 WIB. Kalaupun
ada yang berani melintas malam hari, harus menunggu kendaraan lainnya.
Tantangan yang kedua, tantangan makhluk halus, yaitu gerombalan berbagai
makhluk halus yang siap ”menggoda” siapa saja. Godaan antara sopir yang satu
dengan yang lain jelas berbeda. Dan godaan ini bisa berakibat fatal karena
seringkali terjadi kecelakaan karena si sopir melihat sesuatu penampakan. Jika
menengok ke belakang, jalan raya Alas Roban hanya ada satu, yaitu Jalan Raya
Poncowati. Jalan itu dibuat pada era pemerintahan Gubernur Jenderal Herman
Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36. Dia memerintah antara
tahun 1808 hingga 1811. Dan untuk membangun jalan ini, ribuan orang Indonesia
meninggal karena tak kuat. Orang-orang Indonesia dipaksa. Orang-orang yang
meninggal tersebut kemudian dikubur begitu saja. Namun demikian, Alas Roban
memiliki peran penting jika dilihat dari sejarahnya. Kabupaten Batang dahulu
dikenal sebagai kawasan Alas Roban yang masih sepi belum seramai pemukiman
penduduk sekarang ini. Alas Roban dikenal dengan tempat para siluman, lelembut,
dan garong (perampok). Pada zaman Pemerintahan Sultan Agung Mataram Islam
sekitar tahun 1620-an, terjadi penolakan paham antara VOC dan Mataram yang
sebelumnya menjalin diplomasi dalam kawasan dan penyediaan persenjataan.

CERITA
MISTERI ALAS ROBAN Warung Makan Gaib kali ini saya akan bercerita tentang
pengalaman gaib yg cukup membuat kami sekeluarga trauma & berfikir jutaan
kali untuk sembarangan berhenti di jalan utk mengisi perut. waktu itu saya
masih tinggal di secang magelang. kami sekeluarga akan pergi ke jakarta menggunakan
kendaraan pribadi. sejak pagi saya & keluarga sudah sibuk prepared &
packing. kami sekeluarga berniat akan berlibur sekaligus silaturahmi ke saudara
di jakarta, lalu kami berniat berangkat dr magelang sore hari. jadi per jalanan
akan lebih santai & bapak berniat menghindari keramaian kl melakukan
perjalanan jarak jauh disiang hari. dan berangkatlah kami sekeluarga dr
magelang kira2 jam 4 sore dari magelang, rute yang kami ambil melalui jalur
utara. selama perjalanan kami tidak memiliki firasat buruk apapun. Dan
perjalanan panjang pun dimulai. Tak terasa hari sudah mulai gelap, dan adzan
magrib sudah berkumandang. kami memutuskan utk istirahat sejenak dimasjid
sekaligus menunaikan sholat magrib. setelah selesai sholat, kami pun
melanjutkan perjalanan. semakin jauh kami melaju semakin larut malam yang
menemani perjalanan, yang semula di awal perjalanan, suasana didalam mobil
begitu ramai & penuh canda tawa saya dan kedua adik saya, berubah perlahan
menjadi suasana sepi. mungkin karena ibu & kedua adik saya sudah tidur
terlelap. dan yang masih terjaga saat itu hanya saya dan bapak. jam menunjukan
pukul 10.30 malam, kami sudah memasuki area alas roban, jalanan berliku
ditengah hutan & tanah alas, jauh dari kehidupan kota. disini suasana sudah
mulai mencekam. bapak mengurangi laju kecepatan mobil karena kondisi jalan yg
gelap & berliku penuh tanjakan turunan yang kiri dan kanan nya jurang. saya
& bapak merasa ada hal yg ganjil & aneh, sejak kami memasuki area alas
roban, kami tidak berpapasan dengan kendaran lain seperti bus antar provinsi
& kendaraan lainnya , padahal jalur ini termasuk rute yang sering digunakan
untuk menuju kota tegal. setelah melaju beberapa saat tiba2 ” Bruaaaaakkkk…!!!
” astagfirullah…mobil yang kami naiki menabrak sesuatu ditengah jalan. Bapak
langsung menepikan mobil kepinggir jalan dan mengambil senter yg ada di
dashboard. saya & bapak kemudian turun dari mobil melihat situasi apa yang
terjadi. ibu & kedua adik yg terbangun mendengar suara benturan tadi.
langsung panik & mau keluar mobil, namun bapak melarangnya dan menyuruh ibu
& adik2 tetap didalam.kemudian saya bergegas memeriksa bagian depan mobil
& bapak memeriksa bagian bawah sampai belakang mobil. saya bener2 yakin
benturan sekeras tadi seharusnya bisa membuat bamper mobil penyok atau
memecahkan lampu kabut mobil, namun setelah saya periksa dengan seksama, tidak
ada satu pun goresan di bagian depan mobil, bahkan debu & sedikit lumpur
yang menempel pd bamper mobil pun masih utuh tak tersentuh. jujur saya kaget
& heran. lalu bapak yang memeriksa bagian bawah sampai belakang mobil juga
tidak menemukan benda yang kami tabrak tadi. kemudian saya memanggil bapak agar
ikut memeriksa bagian depan mobil, mungkin dengan mencari berdua bisa menemukan
kerusakan mobil akibat benturan keras tadi. kami sudah memeriksa beberapa kali
,setiap sudut bagian depan mobil, tidak ada satupun bekas benturan. lalu,
apakah yang kami tabrak tadi? karena kami merasa ada yang tidak beres, saya
& bapak lekas masuk kedalam mobil untuk melanjutkan perjalanan. kedua adik
ku langsung pindah posisi duduk, yang semula duduk di kursi paling belakang
pindah ke kursi tengah bersama ibu, dan saya duduk di kursi depan menemani
bapak. kami pun terus melaju di kegelapan malam alas roban, jam menunjukan
pukul 12 malam. kedua adik ku sudah tertidur lagi, yang terjaga kali ini saya,
bapak & ibu. tidak lama kemudia , hujan mulai turun, hujan nya hanya
rintik2 namun cukup menggangu pandangan, sampai bapak harus membunyikan klakson
disetiap akan memasuki tikungan yang tajam. saya & ibu sengaja tidak
membahas kejadian tadi, agar bapak tetap tenang & bisa berkonsentrasi
dijalan. lalu dr kejauhan terlihat ada sepercik cahaya neon, allhamdullilah.
sudah terlihat pemukiman, setelah semakin dekat ternyata itu sebuah warung
makan pecel lele kecil tepat di sudut tikungan dibawah pohon, untuk menenangkan
suasana kami memutuskan untuk singgah sejenak. saya & keluarga turun dr
mobil, entah karena mengantuk atau ceroboh, kaki saya terbentur pasak penanda
kilometer area. tertulis disitu kilometer 15. saya & keluarga masuk kedalam
warung tersebut. penjualnya menyambut kami dengan ramah tamah, dengan logat
khas pekalongan. kami memesan makanan & minuman panas. iseng2 saya
bertanya, ” kok jam segini masih buka pak? bapak jual an ny sendirian?” penjual
ny menjawab ” iya mas, ini sudah mau tutup kok, eh mas nya dateng, saya jualan
sama istri saya. itu istri saya mas,” saya & bapak kaget, sejak kapan ada
orang yang berdiri di samping pintu masuk warung. padahal tadi kami masuk lewat
arah yang sama dan sekitarnya pohon besar. ya sudah lah, saya tidak terlalu
memperdulikannya. karena perhatian saya tertuju pada ayam yang sedang di
goreng. he…3x. kami makan dengan lahap, dan ternyata rasa sambal ny enak,
sangat cocok dilidah. sampai saya nambah sambal nya 2x. setelah kenyang
menyantap ayam goreng. kami bergegas kembali ke mobil, saat mau masuk mobil,
kaki saya terbentur pasak penanda kilometer 15 tadi. oke saya ceroboh. karena
letak pasak itu persis didekat pintu mobil. jadi wajar kl saya terbentur pasak
itu. mobil kami pun mulai melaju ditemani hujan rintik2 yang terus menguyur
area alas roban. setelah beberapa saat akhirnya kami keluar dr area alas roban
dan menuju tegal , singkat cerita , kami sudah menyelesaikan liburan kami di
jakarta, karena tidak ingin mengalami kejadian seperti kemarin lagi. bapak
memutuskan untuk berangkat dari jakarta pagi hari jadi ketika memasuki alas
roban lagi, hari masih siang. setelah berjam-jam kami menempuh perjalanan. kami
memasuki area alas roban sekitar jam 1 siang. lalu saya penasaran dengan warung
pecel lele yang waktu itu kami singgah i. rasa sambal nya enak. namun sayang,
warung pecel lele biasa nya buka ketika sore menjelang malam hari. adik saya
tiba2 ingin buang air kecil. bapak kemudian menepikan mobil di tikungan jalan yg
agak luas. dan menyuruh adik untuk buang air kecil mepet dengan mobil. sambil
istirahat sejenak sekaligus menikmati pemandangan alas roban di siang hari,
tidak dipungkiri kalau pemandangan alas roban sangat indah. kemudian saya
melihat pasak kilometer bertuliskan kilometer 15. saya kaget luar biasa. itu
pasak yang membentur kaki ku tempo hari. dan posisi pasak itu persis di tepi
jurang. dan seingat ku, posisi warung pecel lele waktu itu kira2 3 meter di
belakang pasak tadi. saya langsung memanggil bapak & ibu. dan menujukan
pasak tadi dan lokasi warung. setelah diamati, tikungan nya persis seperti
waktu itu, ada pohon besar ditepi jalan & pasak bertuliskan kilometer 15,
namun 1meter belakang pasak itu sudah jurang yang sangat dalam. kesimpulannya.
waktu itu kami sedang makan di pinggir jalan tepat melayang diatas jurang.
hanya satu hal yang bisa menjelaskan kejadian tersebut. kami singgah di warung
gaib. Alas Roban, angker dan dikenal tempat pembuangan mayat
Sumber :
https://sclm17.blogspot.co.id