30 March 2018

Sejarah Pantai Ujung Negoro Batang




Salah satu desa di kawasan Pantai Jawa. Lingkup wilayah Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, bernama “Ujung Negoro”. Nama desa yang khas ini, menggelitik bagi para peminat, pemeran dan sejarawan, guna mengetahui latar belakang sejarahnya.
Menurut keluarga R. Soenarjo, Ujung Negoro yang merupakan salah satu kawasan pemukiman dan pemerintahan ditingkat desa, mempunyai kaitan erat dengan perkembnagan Kabupaten Batang di Batang ini.
Di Pantai yang sekarang dikenal termasuk desa Ujung Negoro ini, dahulu di abad 17 yaitu masa awal berdirinya Kabupaten Batang, oleh sumber itu dituturkan, menjadi tempat berlabuhnya jung-jung atau perahu-perahu dari negeri Cina. Dan bermula bermangkalnya “Jung-jung saka Cina” dalam bahasa daerah yang berasal dari Negeri Cina. Akhirnya tempat tersebut disebut Ujung Negoro.
Bermangkalnya perahu-perahu besar dari Cina itu menurut sumber yang sama, tidak lain milik para perampokpimpinan Baurekso. Yang mengaku berkuasa di seputar kali “Lojahan” (Sambong – Kramat ) penguasa lokal tidak mau mengakui yang dipertuan Mataram Islam itu.
Menurut Bapak R. Soedibjo Giri Soerjaham Logo, dalam majalah “Gema Pembangunan” Edisi khusus babad Pekalongan, terbitan Pemda Pekalongan, Nomor 27 Pekalongan 10 Juli 1975, disebut “Sang Tunjang Mlaya” (Teratai putih yang melayang-layang) atau “sang Raja Uling kanting”.
Sedangkan menurut penuturan sementara penduduk, Drubekso yang mengakui “Penguasa” itu, disebut Uling, sebab ia dan kawan-kawannya ternyata tangguh dan ulet dalam upaya mempertahankan kawasan yang tidak sah itu. Sementara pendapat yang lain “Uling” tidak lain berasal dari bahasa Cina yaitu “Heling”.
Menurut keluarga R. Soenarjo, lebih lanjut menuturkan bahwa daerah kekuasaan “Heling” (Uling) atau Drubikso memanjang pantai Jawa, dan kawasan Gambiran (Pekalongan) sampai Alas Roban (Timur Batang), dari hilir sungai “Lojahan” dengan benteng rahasianya (Sademan dan secara sembunyi-sembunyi, sekarang menjadi nama kampung “Sademan” desa Klidang Lor. Terus meliputi daerah-daerah sekitar : Sambong, Kedung Cina, Kedung Ringin (di Kecamatan Batang) Jung Biru dan seputar wilayah gunung Tugel (Kecamatan Wonotunggal) kekuasaan Drubikso.
Kekuasaan Drubikso beakhir, akhirnya Drubikso bisa dikalahkan oleh jaka Bau (Bhaurekso) dengan dibantu oleh pasukan Mataram, Subah, Gringsing dan kawan-kawan seperjuangan yang lain. Sehingga akhirnya perahu-perahu dari daratan Cina tersebut, kini hanya tinggal kenangan sejarah, tidak mengakui lagi Ujung Negoro seperti apa yang terjadi pada jaman dahulu.

Wallaahu "Alam...

Sumber : http://alah-mboh-ah.blogspot.co.id/2016/05/mitos-pantai-batang-ujung-negoro.html

28 March 2018

Sumur Air Tawar di Pantai Celong Peninggalan Mbah Nurul Anom


Keindahan Pantai Celong yang terletak di Dukuh Plabuan, Desa Ketanggan, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, menjadi lengkap dengan keberadaan sebuah sumur yang airnya tawar. Padahal letak sumur tersebut hanya tiga meter dari bibir pantai.

Tak heran bila sumur peninggalan tokoh Islam, Mbah Nur Anam atau biasa disebut Mbah Nurul Anom oleh warga sekitar, itu kerap didatangi warga. Lokasinya berada tepat di depan Masjid Nurul Huda
Sekilas tidak ada yang menonjol dari Sumur Trinilan tersebut. Warga setiap hari mengambil airnya untuk kebutuhan masak dan minum. Sumur tersebut menjadi istimewa karena airnya tawar. Padahal air sumur di rumah warga yang lokasinya lebih jauh dari pantai masih terasa asin. Sumur Trinilan selalu dijaga warga sekitar sehingga kualitas airnyanya masih terjaga.

TRIBUN JATENG/PONCO WIYONO 
Selama ini lingkungan yang dekat dengan pantai identik dengan air asin, maka tidak dengan air sumur yang ada sebuah desa di Kabupaten Batang ini.
Tasyono, warga sekitar, Senin (14/7/2014), menceritakan, sumur tersebut merupakan peninggalan Mbah Nurul Anom. Mbah Nurul Anom lahir di Desa Geritan, Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan, pada 1650 Masehi.
Ayahnya adalah Muhammad Nur atau Prabu Bahurekso yang garis keturunannya ke atas sampai kepada Sunan Ampel.
Selain warga, sumur tersebut juga kerap didatangi peziarah. Bahkan ada yang datang dari Semarang, Demak, Pati, Jepara, dan luar Jawa Tengah. Mereka mengambil air dari sumur tersebut karena diyakini membawa keberkahan.
Menurut Tasyono, sumur tersebut sudah ada sejak puluhan tahun. Airnya tidak pernah surut meski kemarau panjang.
Sumur tersebut juga merupakan satu-satunya sumber air di sekitar Pantai Celong.
Letak Pantai Celong yang jauh dari akses kendaraan umum menjadikan lokasi tersebut terlihat masih asri. Selain sumur tersebut, Pantai Celong juga dikenal dengan keindahan deburan ombaknya.
Para peziarah biasanya datang ke lokasi tersebut menggunakan kereta api. Ada kereta yang setiap hari berangkat dari Semarang, Weleri, dan Pekalongan. Lokasi sumur tersebut tak jauh dari Stasiun Plabuan.

Sumber : https://lifestyle.okezone.com/read/2014/07/14/427/1012477/sumur-air-tawar-di-pantai-celong-peninggalan-mbah-nurul-anom