23 March 2018

SEJARAH PERJUANGAN RAKYAT KEC.TULIS BATANG 1945-1949



Sekilas tentang sejarah perjuangan rakyat Kec. Tulis Kab. Batang Jateng era perang kemerdekaan th.. 1945 – 1949





KATA PENGANTAR


Merdeka !!!
Mengenai sekilas tentang sejarah perjuangan rakyat Kecamatan Tulis ini alhamdulillah berhasil disusun oleh Tim Perumus hanya dari sumber ketajaman ingatan 14 orang bekas pelaku perjuangan yang pada saat disusunnya buku ini (tahun 1984) masih dikaruniai hidup dan yang sempat dimintai keterangan-keterangan, yang sudah barang tentu mereka tidak akan mampu mengingat-ingat keseluruhan peristiwa yang dialaminya selama jenjang waktu 40 tahunan yang lampau. Namun demikian berkat rasa wajib dan seakan-akan seperti memiliki rasa kebanggaan tersendiri, khususnya untuk menguraikan pengalaman-pengalaman yang mengerikan namun sekaligus juga mengasyikkan itu, secara lupa ingat akhirnya dapatlah cerita-cerita mereka dirumuskan secara garis besar sekalipun tidak secara sistematis kronologis, karena perumusnya sendiri bukanlah merupakan orang-orang berpengalaman menulis/menyusun karangan, melainkan hanyalah sekedar berani tampil karena terdorong oleh suatu rasa keinginan untuk sekedar menciptakan suatu karya penulisan sejarah lokal menurut kemampuannya. Dengan maksud agar dapat terbaca dan dipergunakan sebagai tambahan pengetahuan bagi anak cucu kita di kelak kemudian hari, khususnya tentang keikutsertaan rakyat dan massa pemuda Kecamatan Tulis pada masa perjuangan kemerdekaan 1945 – 1949, dikandung maksud agar anak cucu kita setidak-tidaknya dapat memaklumi dan merasa bersyukur, bahwasanya para leluhurnya termasuk turut serta meletakkan andil perjuangan di dalam merebut, mempertahankan dan mengusir penjajah Belanda yang berusaha akan menjajah kembali bumi persada Indonesia tercinta ini. Dan mengerti serta meyakini bahwa sesungguhnya Kecamatan Tulis adalah suatu kecamatan perjuangan, kecamatan progresif revolusioner, kecamatan yang ternyata memiliki ratusan bahkan ribuan putera-putera pejuang, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal, bahkan putera-putera pahlawan yang tanpa pamrih maupun ambisi pribadi, rela mengorbankan jiwa raganya, baik yang ditangkap, dianiaya, dipenjarakan/ditawan, maupun yang rela menjadi kusuma bangsa gugur di medan pertempuran, dan yang tabah menerima kematian menghadapi kekejaman dan keganasan belanda beserta antek-anteknya, dibunuh di jembatan sasak Simbang maupun di tempat lain di Wilayah Kecamatan Tulis dan sekitarnya.

Tulis, Penghujung 1984
Ketua Tim Perumus    Penyusun Redaksi



WULAN PURNOMO    UNTUNG RASDHI

PENDAHULUAN

Rakyat Kecamatan Tulis terutama massa pemudanya, seperti juga rakyat dan massa pemuda di daerah-daerah lain, secara serentak bangkit berjuang turut merebut, mempertahankan dan menegakkan Kemerdekaan Tanah Air dan bangsanya yang diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam rangka berjuang merebut dan mempertahankan kedaulatan tanah air itu, para pemuda kita tersusun dalam berbagai wadah organisasi perjuangan kelaskaran bersenjata menurut alirannya masing-masing, seperti :
 AMRI (Angkatan Muda Republik Indonesia) yang merupakan ikatan dari beberapa organisasi pemuda.
 PESINDO (Pemuda Sosialis Indonesia)
 BBRI (Barisan Banteng Republik Indonesia)
 BPRI (Barisan Pemberontakan Republik Indonesia)
 HIZBULLAH, dan satu badan resmi yang dibentuk oleh Pemerintah ialah BKR/TKR/TRI yang kemudian sekarang kita kenal menjadi TNI.
Kesemuanya dengan bersemangat persatuan yang tinggi tanpa mengingat kepentingan pribadi maupun golongannya, murni demi kepentingan bangsa dan negaranya, bahu membahu berjuang bersama senasib sepenanggungan, dengan semangat membaja tak kenal menyerah, rela mempertaruhkan jiwa raganya dengan semboyan :
 MERDEKA ATAU MATI
 LEBIH BAIK BERKALANG TANAH DARI PADA KEMBALI DIJAJAH.
Oleh sebab itu, dengan harapan demi kelestarian semangat juang yang pernah dimiliki para leluhurnya untuk diteladani anak cucu generasi keturunan, serta sebagai penghargaan yang lestari bagi para pahlawan daerah kita sendiri, kiranya sebuah buku kecil yang mengandung catatan sejarah perjuangan rakyat Kecamatan Tulis ini patut disusun untuk dimiliki, dibaca dan diresapi oleh para anak cucu.
Dan Tugu Perjuangan yang tegak berdiri di dekat bekas lokasi pembantaian di jembatan sasak Simbang yang dibangun dengan maksud sebagai pengejawantahan semangat perjuangan rakyat Kecamatan Tulis sekaligus sebagai tempat hening cipta terhadap para pahlawan yang gugur, diharapkan bisa dipelihara dan dilestarikan sepanjang zaman semacam prasasti.
Kata mutiara : “BANGSA YANG BESAR SELALU MENGHARGAI JASA-JASA PAHLAWANNYA” kiranya patut diberlakukan pula bagi rakyat Kecamatan Tulis terhadap jasa pahlawan-pahlawan kemerdekaannya.
Semoga ada manfaatnya bagi yang mau merenungkan.


I. PERIODE PROKLAMASI KEMERDEKAAN SAMPAI MELETUSNYA PERANG KEMERDEKAAN KE I.

Seperti juga terjadi di daerah-daerah lain, bahwa setelah Jepang menyerah kepada Sekutu dan segera disusul dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Bung Karno dan Bung Hatta, maka dengan bermodalkan semangat heroik patriotik para pemuda yang telah digembleng pada masa penjajahan Jepang dalam barisan-barisan Keibodan, Seinendan, ditambah dengan pulang kampungnya para bekas PETA dan Heiho yang dibubarkan oleh Balatentara Jepang, maka sebagai konsekwensi merebut kemerdekaan itu, massa rakyat Kecamatan Tulis serentak bangkit menyusun kekuatan dalam bentuk badan-badan kelaskaran tersebut meliputi :
- AMRI (Angkatan Muda Republik Indonesia) sebagai ikatan beberapa organisasi dibawah pimpinan Bp. Sumantono Camat;
- PESINDO (Pemuda Sosialis Indonesia), dibawah pimpinan Bp. Maksudi – Sutarno;
- Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI), dibawah pimpinan Bp. Mukriwiyoto – Tasrip;
- BPRI (Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia), dibawah pimpinan Bp. Cahyono – Surip;
- HIZBULLAH, dibawah pimpinan Bp. Slamet dan Mustal,
yang masing-masing dengan bekal semangat proklamasi 1945, bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan di dalam mendukung usaha perebutan kekuasaan dan pelucutan senjata tentara Jepang yang berlaku di kota-kota termasuk Pekalongan.
Di samping organisasi-organisasi kelaskaran tersebut di atas, dalam rangka menyelenggarakan keselamatan dan keamanan rakyat, fihak Pemerintah juga membentuk suatu badan kelaskaran resmi dengan nama BKR (Badan Keselamatan Rakyat) yang anggota-anggota intinya terdiri dari para bekas PETA dan Heiho, dengan anggota 5 orang dari tiap-tiap desa, bermarkas darurat di Balai desa Simbang dengan tugas memelihara keselamatan rakyat dan pengamanan daerah bersama badan-badan perjuangan lainnya. Dan selanjutnya BKR ditingkatkan menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan menyeleksi anggota-anggotanya, dan diasramakan di Gedung Kabupaten Batang dalam tingkat kesatuan kompi.
Dengan mendaratnya tentara Inggris atas nama Sekutu di Semarang yang diboncengi NICA yang akan menjajah kembali Indonesia, maka seluruh badan perjuangan di Jawa Tengah merasa mendapatkan tantangan dan serempak melakukan usaha-usaha penghambatan maupun penghancuran atas tentara asing tersebut.
Dalam rangka perjuangan menghadapi tentara Sekutu dengan Nicanya itu, badan-badan perjuangan termasuk yang ada di Kecamatan Tulis secara bergiliran mendapatkan tugas dikirim ke Front Semarang Barat membantu TRI di Jrakah, Kaliwungu dan Mangkang, dan dari Kecamatan Tulis diantaranya ada yang gugur di medan laga ialah Sdr. JUPRI dari unsur Hizbullah desa Depok. Heroiknya, sekalipun kita masih buta pengalaman dalam ilmu bertempur, namun merasa sangat bangga bilamana ditugaskan ke Front, merasa mendapatkan kehormatan untuk berjihad fisabilillah. Tugas ke Front Semarang Barat tersebut berlangsung terus secara bergiliran sampai meletusnya clash ke I bulan Juli 1947.


II. PERANG KEMERDEKAAN KE I
Karena Inggris atasnama Tentara Sekutu merasa kewalahan menhadapai perlawanan hebat rakyat Indonesia yang tidak rela negaranya dijajah kembali oleh Nica/Belanda, maka berusahalah Inggris untuk mempertemukan di meja perundingan antara wakil-wakil Indonesia dengan Belanda, dan usaha tersebut berhasil dengan diadakannya persetujuan Linggarjati yang ditandatangani oleh Bp. Sutan Syahrir dari fihak Republik Indonesia dan Van Mook dari fihak Belanda, pada tanggal 25 Maret 1947, dimana Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah hanya Jawa, Madura dan Sumatera, dan kerjasama Indonesia Belanda membentuk negara RIS dan Uni Indonesia Belanda dibawah Ratu Belanda. Hasil perundingan tersebut tidak sesuai dengan yang dikehendaki rakyat indonesia, maka rakyat Indonesia berjuang terus melalui senjata maupun diplomasi. Sementara itu Belanda berlaku curang, pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan/agresi Pertama terhadap negara RI, mereka menamakan aksinya itu dengan nama Aksi Polisionil. Jelas Belanda telah melanggar persetujuan Linggarjati.
Dengan didahului oleh serangan udara yang menghamburkan koran-koran sehari sebelumnya di kota Simbang, pada pagi-pagi buta tanggal 4 Agustus 1947 pasukan serdadu Belanda dengan peralatan perangnya yang serba mengerikan benar-benar nongol menyusuri jalan raya di sepanjang Kecamatan Tulis dari arah barat, juga sebagian yang lain mengambil jalan sepanjang rel kereta api. Rintangan-rintangan yang kita buat berupa tebangan pohon-pohon asem yang malang melintang di sepanjang jalan, dengan peralatan yang mereka pergunakan tidaklah terlalu menghambat perjalanan mereka meniti jalan raya, termasuk pada saat melewati jembatan Kaliboyo yang sebelumnya telah kita hancurkan sebagian dengan ledakan trakbom seberat 100 kg oleh para pemuda pejuang bersama TNI dibawah pimpinan Sersan Jaruki, dapat mereka lewati dengan pemasangan jembatan darurat.
Karena pendaratan tentara kolonial Belanda tersebut, maka rakyat banyak yang meninggalkan rumah dan desanya lari mengungsi ke pelosok-pelosok desa yang dianggap aman, sedang para pemuda pejuang bersama TRI pada umumnya masih tetap bertahan mengamankan dan menguasai desa-desa di Kecamatan Tulis sambil selalu mempengaruhi rakyat daerah pendudukan itu agar tetap setia kepada pemerintah RI dan membantu perjuangannya.
Adapun markas perjuangan secara Mobil, selalu berpindah-pindah dari desa satu ke desa lainnya mengingat situasinya. Mengenai pemerintahan sipil Kecamatan Tulis dengan didudukinya kota Simbang oleh Belanda, sementara Camatnya (Bapak Sumantono) yang pimpinan AMRI lari melapor dan minta instruksi ke pucuk pimpinan AMRI di Jogya. Dalam keadaan vacum pemerintahan RI, setelah merusak alat-alat penting di kantor kecamatan, beberapa Staf yang pro RI menggabung dengan kantor Kawedanan Batang yang berkedudukan berpindah-pindah, semula di rumah Sdr. Rasmo Tragung, pindah ke rumah Sdr. Daryat dukuh Kalitengah dan kemudian pindah lagi ke rumah kelurahan desa Karanganom, dibawah pimpinan Bapak Wedono (Yacob Danuadmojo) didampingi Bapak Inspektur Polisi Slamet beserta Stafnya.
Bagi kevakuman pemerintahan kecamatan Tulis, selanjutnya secara darurat ditugaskan kepada Sdr. Maksudi dan Sdr. Mashudi sekaligus merangkap sebagai kepemimpinan kelaskaran (DPR) Dewan Pertahanan Rakyat, dibantu antara lain : Sdr. Castro, Sdr. Ramadi Santomo dan Sdr. Banuharjo sebagai bagian pembelaan/kelaskaran.
Adapun kantor Kabupaten Pekalongan dibawah pimpinan Bapak Bupati Surodjo saat itu berkedudukan di desa Tombo Kecamatan Bandar. Aktivitas pemerintahan darurat kecamatan Tulis beserta kelaskarannya yang sudah bergabung dengan TNI selama periode clash I antara lain sebagai berikut :
- Penunjukan kepala desa – kepala desa baru yang kosong karena ditinggalkan kepala desanya mengungsi atau turut berjuang;
- Menrima surat-surat pernyataan setia dari para Kepala desa/pamong desa di daerah pendudukan;
- Membetuk sel-sel pemerintahan dan ketahanan di desa-desa;
- Melancarkan sabotase bahan pangan yang akan dikirim ke kota-kota;
- Melakukan penculikan-penculikan terhadap mata-mata musuh ataupun para penghianat perjuangan;
- Pembakaran gudang Kopi perkebunan Bangunharjo;
- Penyerbuan ke markas Knil maupun Polisi Belanda;
- Melakukan pancingan-pancingan, pencegatan-pencegatan patroli Militer/Polisi Belanda dan aksi-aksi pengacauan di beberapa tempat.
Perlu kiranya menjadi catatan bahwa selama perjuangan fisik tersebut, Sdr. KHO SHIE HWA pimpinan perkebunan Secentong sangat besar andil bantuannya kepada kaum pejuang baik berupa bantuan makanan maupun keuangan, sampai kepada pabriknya sering kita manfaatkan untuk markas/perlindungan gerilya.
Bahwa karena selalu terdesak musuh dan makin keruhnya situasi, juga dasar perintah pelaksanaan sistem perang gerilya, maka laskar rakyat selanjutnya memperluas medan masuk ke hutan-hutan, sebagian menggabung pada TNI dari sektor ALUGORO (GPG = Gabungan Tentara Gerilya) yang bermaskas di daerah Blado sebelah Timur, mereka adalah dari unsur BPRI pimpinan Sdr. Cahyono, dan unsur Barisan Banteng pimpinan Sdr. Mukri Wiyoto, dan dari unsur Pesindo pimpinan Sdr. Drajad. Sedang sebagian lagi yang di sebelah barat menggabung pada TNI Sektor VI di bawah pimpinan Bp. Kapten Hartono yang bermarkas di desa Kalitengah (Daerah Blado sebelah Barat) juga dari beberapa unsur kelaskaran, ialah dari Hizbullah pimpinan Sdr. Ramadi Santomo, dari Pesindo pimpinan Sdr. Maksudi, dari Barisan Banteng pimpinan Sdr. Waryono.
Karena setiap kota kecamatan maupun pabrik-pabrik pada umumnya sudah diduduki Belanda, maka kerap kali pejuang dikejar-kejar Belanda patroli, namun sebaliknya kitapun sering melakukan pengacauan dan pencegatan-pencegatan terhadap patroli musuh.
Agresi Belanda yang pertama (I) itu dikecam oleh negara-negara di dunia karena melanggar persetujuan Linggarjati. Sebagai upaya penyelesaian sengketa Indonesia-Belanda itu PBB membentuk Komisi Tiga Negara, dan atas usaha KTN tersebut akhirnya terjadilah Persetujuan Renville pada tanggal 17 Januari 1948, yang menetapkan penghentian tembak-menembak dan bahwa tentara Republik harus ditarik mundur dari daerah yang diduduki Belanda.
Sekalipun perjuangan diplomasi itu malah mempersulit dan mempersempit kedudukan kita, namun RI tetap mentaati ketentuan yang telah disetujui bersama, maka TNI beserta seluruh pemuda pejuang terpaksa hijrah meninggalkan daerah Pekalongan masuk ke daerah Banjarnegara (Batur, Kasiran), sedang pemerintah sipil tingkat Kabupaten Pekalongan pindah kedudukan di desa Sumber Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Perbatasan anatara daerah Pekalongan-Banjarnegara, dipasang tugu garis Demarkasi. Tugas pasukan gerilya beralih berupa penyusupan-penyusupan, infiltrasi dan plebisit, yang bertugas mencari supplai perjuangan dan melancarkan propaganda menyadarkan rakyat di daerah pendudukan untuk tetap percaya dan membantu perjuangan Republik Indonesia. Dalam bertugas penyusupan itulah Sdr. Untung Rasdhi tertangkap pihak Belanda di desa Wringin Gintung pada tanggal 13 April 1948, dan untungnya karena sedang dalam situasi gencatan senjata, maka dia masih dihidupi dan hanya ditawan di Nusakambangan, sehingga ia tidak ikut mengalami pahit getirnya masa clash II, karena ia baru dipulangkan pada tanggal 21 November 1949 dan langsung menggabungkan diri pada Pemerintah MILITER, Kecamatan, IX b, (PMKtD.IXb) di Ujungnegroro.
Sekaligus untuk tidak melupakan yang lain, maka perlu pula kiranya dikemukakan bahwa dalam era revolusi phisik merebut kemerdekaan RI tersebut dari para pejuang yang tertangkap dan ditawan/ditahan pihak Belanda antara lain adalah :
Yang ditawan di Nusakambangan :
1. Untung Rasdi (Tulis)           
2. Warsan (Tulis)        
3. Tarmidi (Jrakahpayung)
4. Sucipto (Jrakahpayung)
5. Sarwani (Tragung) 
6. Dasan (Jrakahpayung)       
7. Hasim.        
8. Tabat.         
9. Kadran.       
10. Rail
11. Salamun (Juragan)
12. Daslim
13. Dawijan
14. Sireng (Wonokerso)
15. Darahman (Roban)
16. Kardani (Karanggeneng)
17. Karyani (Karanganom)
18. Marjen (Bakalan)

Adapun yang ditahan di Pekalongan maupun di Batang, antara lain :
1. Ramadi Santomo   
2. Rasmo.       
3. Samsuri.     
4. Sarkawi.     
5. Sarwani (Tragung)
6. Moh. Syuyuti (Lawangaji).
7. Mu’alim (Beji)
8. Kasmali (Beji)
9. Aljupri (Sembojo)
10. Taram (Wringingintung)
11. Baris (Wonokerso)
12. Bengkong (Bajakan)

dan mungkin masih beberapa orang lagi yang tidak dapat kami ketahui atau kami ingat karena lamanya waktu.
Perlu diketahui, bahwa persetujuan gencatan senjata Renville berakhir karena dilanggar oleh Belanda dengan melancarkan serangan agresi II pada tanggal 19 Desember 1948.


III. PERANG KEMERDEKAAN KE II
Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda membuka clash ke II dengan melancarkan serangannya menuju ke Yogyakarta, dan khususnya bagi Kecamatan Tulis, para pejuang bersama-sama TNI aktif kembali secara terang-terangan masuk menyebar keseluruh pelosok desa daerah
Dalam masa clash ke II itu, bertempat di Kelurahan desa Lawang aji, oleh para pimpinan TNI dibentuk Group ” D ” SWKS V/CA.IV yang terdiri dari unsur TNI Angkatan Laut dan sebagian kecil dari unsur Angkatan Darat, bermarkas di Menguneng Kec. Warungasem dibawah pimpinan Mayor Laut R.Suhadi. Adapun untuk wilayah Kecamatan Tulis merupakan pos di Ujungnegoro dibawah pimpinan Letnan Laut Purnomo. Bersamaan itu dibentuk pula susunan Pemerintahan Militer Kecamatan Daerah Ixb (Tulis) berkedudukan juga di Ujungnegoro, dengan pejabat Camatnya Bapak Maksudi, dan Pj. MPP-nya Bapak Sahuri Sardjoutomo. Demikian pula dibidang Tentara dan Teritorial dibentuk KODM dengan H. Bakir dari unsur Hizbullah sebagai staf KODM-nya.
Setelah tersusunnya unsur kepemimpinan wilayah tersebut diatas, maka dapatlah diatur taktik strategi baik mengenai pemerintahan maupun rencana-encana penyerbuan, siasat pancingan, maupun penghadangan-penghadangan terhadap musuh.
Pada penyerbuan pos Polisi Belanda di Kaliboyo di suatu siang hari bolong, dalam kekuatan yang tidak seimbang fihak kita terpaksa mengalami kerugian dengan gugurnya Sdr. Mustofa dari satuan TNI AL, yang kerangka jenazahnya sekarang sudah dipindahkan dari semula di makam umum Kaliboyo ke Taman Makam Pahlawan Kadilangu Batang.
Dapatlah kiranya dianggap sebagai penebus kekalahan tersebut diatas, dengan bertekad merdeka atau mati dan semangat menggebu-gebu, diciptakanlah suatu taktik perangkap, dimana fihak kita mengadakan pertahanan yang cukup kuat di desa Wringingintung, kemudian mengirimkan petugas/seorang kurir dari rakyat yang patriotik untuk berpura-pura membantu Belanda, melaporkan bahwa di desanya kedatangan gerombolan tentara yang melindung. Atas laporan tersebut ternyata datanglah sepasukan KNIL dan CP dibawah pimpinan seorang Inspektur Polisi. Terjadilah kontak senjata, dan siasat tersebut benar-benar menguntungkan fihak kita, dengan hasil terbunuhnya beberapa orang serdadu Belanda, dan sekalipun Insp. Polisi Belanda tadi sudah mengangkat tangan tanda menyerah, saking gemasnya seorang kawan kita telah menembaknya dan matilah inspektur tersebut, sedang di fihak kita seorangpun tiada mengalami cidera. Namun akhirnya kita terpaksa mundur menghilang karena datangnya bala bantuan fihak belanda, yang lalu mengadakan pembersihan dan penangkapan secara membabi-buta di desa Wringingintung tersebut.
Beberapa hari kemudian, terjadi pula kontak senjata antara kita dengan patroli Belanda yang sengaja kita hadang, dan Belanda lari kocar-kacir dengan meninggalkan barang-barang : 2 buah topi baja, lampu senter dan beberapa magazyn peluru bren di wilayah desa Karanganom.
Kemudian dari pada itu, tepatnya pada tanggal 7 Maret 1949 lebih kurang jam 07.30, terjadilah pertempuran lagi antara pasukan kita dengan pasukan belanda yang sengaja mengepung kedudukan kubu pertahanan kita di dukuh Glagahombo Karanganom, dan berakibat tertembaknya Sdr. Ramadi (Santomo) yang alhamdulillah pada saat itu masih dilindungi Allah, bisa menyelamatkan jiwanya. Namun didalam persembunyiannya yang selalu berpindah-pindah karena selalu dikejar-kejar (dan dalam keadaan menderita luka tembak), akhirnya pada tanggal 17 Maret 1949 Sdr. Ramadi tertangkap belanda di dalam penggropyokan di rumah ayahnya di desa Tragung. Setelah mengalami bermacam-macam penyiksaan didalam tahanan belanda di Simbang maupun di rumah tahanan di Batang, karena sakitnya yang memerlukan operasi tulang akhirnya ia dirawat di Rumah Sakit Pekalongan dan kemudian dikirim ke RS. Purusara Semarang untuk menjalani operasi tulang betis. Setelah sukses menjalani operasi, alhamdulillah akhirnya dia berhasil dapat melarikan diri dari RS. Purusara Semarang bersama-sama dengan Kopral Wagiman yang juga dioperasi karena patah kakinya akibat pertempuran di Ponowareng. Mereka melarikan diri kurang lebih 3 bulan menjelang penyerahan kedaulatan. Mereka menuju ke Pekalongan dengan kereta api dan langsung menggabungkan diri pada induk pasukannya di Markas Group “D” SWKS.V / VA.IV di Menguneng Warungasem.
Peristiwa di Ponowareng : Para unsur pimpinan Pemerintahan Sipil/Militer RI Kecamatan Tulis sedang bersidang mengatur strategi rencana penyerangan yang akan dilakukan malam hari nanti ke Simbang, sudah kedahuluan ada laporan seko yang melaporkan bahwa Belanda sudah sampai di Winong dan menuju ke tempat persidangan. Rupa-rupanya tercium oleh mata-mata musuh. Semua pasukan segera dipersiapkan dengan tehnik sistem melambung. Terjadilah pertempuran cukup seru dan berhasil amenewaskan 3 orang serdadu musuh, sedang di fihak kita, satu orang kopral Wagiman TNI-AL cedera tertembak kakinya seperti telah diuraikan diatas.
Suatu hasil gemilang yang tak terlupakan ialah, masih dalam rangka clash ke II menjelang penyerahan kedaulatan, atas hasil usaha propaganda dan plebisit dari fihak Republik, terjadilah peristiwa sukses dimana 35 orang anggota KNIL bangsa Indonesia yang bermarkas di Beji, telah membelot dari kesatuannya dan lari menggabungkan diri kepada pasukan kita SWKS.V / CA.IV di Klopogodo Warungasem lengkap dengan peralatan persenjataannya. Konon kabarnya penggabungan serupa terjadi pula di daerah-daerah Bandar maupun Blado.
Menjelang akhir uraian ini, perlu dikemukakan bahwa disamping kita mencatat beberapa hasil kemenangan seperti berhasil dapat menewaskan lawan di dalam pertempuran, melakukan penangkapan dan penculikan-penculikan sekaligus merampungkannya secara hukum revolusi terhadap beberapa orang mata-mata/penghianat/antek-antek belanda, kita juga harus menundukkan kepala sedalam-dalamnya mengenang atas pengorbanan jiwa para pejuang-pejuang rakyat Kecamatan Tulis yang telah rela menumpahkan darahnya mengantarkan sukmanya menghadap ke Haribaan Illahi sebagai rabuk perjuangan, baik mereka yang gugur dalam pertempuran, maupun yang tertangkap dibunuh Belanda, di tempat pembantaian (Jembatan Sasak Simbang) maupun di tempat-tempat lain tersebar di seluruh wilayah.
Dalam hal menceritakan penjagalan di Sasak Simbang, terjadi suatu peristiwa di suatu malam, seorang pejuang bernama Karsin alias Tayib dari desa Wonokerso yang sudah dijongkokkan untuk ditembak, telah nekad ambyur ke kali dan menghanyut. Tuhan melindungi jiwanya, kalinya setengah banjir dan ia selamat dari berondongan senjata CP. Kemudian ia naik ke darat jauh dibawah, dan kembali ke induk pasukannya, dan menjadi lebih pemberani.
Pejuang yang gugur dibunuh Belanda di Jembatan Sasak
Era Perang Kemerdekaan 1947-1949
1. Sardi Tulis  
2. Carmadi      Tulis    
3. Ma’un          Simbangdesa  
4. Mu’in           Simbangdesa  
5. Casmadi      Simbangjati    
6. Carmad       Simbangjati    
7. Sastrowinoto Ponowareng
8. Mulyo          Karanggeneng
9. Wasdri         Wonokerso
10. Rasman     Wonokerso
11. Munaris     Sengon
12. Palal          Sengon.

Sedemikianlah yang sempat kami ingat adanya pejuang yang gugur karena karena bertempur maupun yang tertangkap dan dibantai Belanda. Kalaupun nyatanya ada yang terlewat, karena Narasumber data tidak ingat lagi.
Lebih dari itu, disamping pengorbanan jiwa secara patriotik oleh pihak musuh seperti di atas, bahwa sebagai ekses kebringasan dalam suasana kekeruhan dimasa perang, terdapat pula korban-korban fitnah yang seharusnya tidak perlu terjadi, yang dilakukan sebagai pelampiasan nafsu balas dendam (sentimen person). Dan korban-korban ini terdiri dari para kepala desa, dan seorang agen polisi pamong praja, dimana mereka secara sendiri-sendiri pernah terlibat suatu permasalahan dengan seseorang, yang pada masa revolusi sempat membalas dendam (memancing di air keruh), kepada para korban tersebut patutlah pula kiranya kita sejajarkan sebagai pahlawan juga karena pada hakekatnya mereka adalah orang-orang Republikein, sekalipun terpaksa bekerja di daerah pendudukan demi keselamatan rakyatnya.
Adapun para korban yang kami maksudkan adalah :
1. Bp. Sudarsono, Agen Polisi PP Kecamatan Tulis, yang sebenarnya republikein dan berhasil menghimpun laskar dari golongan recidivis;
2. Bp. Tamyan, Kepala desa Kedungsegog;
3. Bp. Timbul, Kepala desa Jrakahpayung;
4. Bp. H. Durahman, Kepala desa Simbangjati;
5. Bp. Daun, Kepala desa Siberuk.
Semuanya menjadi korban fitnah balas dendam dari seorang pejuang yang sempat bertindak menghianati perjuangan dengan mengorbankan jiwa orang lain yang tidak semestinya. Dan mungkin sebagai karma Tuhan, diapun akhirnya mati di tangan kita sendiri.
Kecuali 5 orang tersebut di atas, terjadi pula seorang ialah Bp. Rasman Kepala desa Kandeman menjadi korban fitnah balas dendam oleh seseorang, dan atas kekejaman tersebut kepadanya, telah secepatnya kita lakukan hukuman balasan.
Demikianlah serentetan peristiwa-peristiwa yang patut kita kenang sebagai pengertian, bahwa generasi muda yang hidup sejahtera dalam alam pembangunan ini, sesungguhnya dibeli dengan wadal (pengorbanan) angkatan tua yang tidak kecil artinya bagi anak cucunya.
Sebagai penutup kisah ini, perlu dilaporkan, bahwa dalam rangka penerimaan penyerahan kedaulatan oleh pihak Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia (Serikat), maka Bp. Maksudi Pj. Asisten Wedana RI / Kepala PMKt.D.Ixb bertindak menerima penyerahan pemerintahan daerah Kecamatan Tulis dari Bapak Asisten Wedana Recomba (Belanda) di Simbang, disusul pindahnya kantor kecamatan RI beserta dinas-dinasnya dari Ujungnegoro ke Simbang pada tanggal 14 Januari 1950, dengan pendamping Komandan KODM, Serma MOH. YAHYA.
Dalam rangka konsolidasi dan pembenahan kembali pemerintahan di desa-desa pada masa transisi tersebut, oleh pemerintah RI setempat dengan dibantu bekas assisten Recomba keluar masuk desa mengadakan gerakan pengembalian jabatan kepala-kepala desa dan pamongdesa lainnya dari Recomba kepada Kepala desa Republik, selesai pada akhir Maret 1950.
Demikianlah sejarah ringkas perjuangan rakyat kecamatan Tulis, sejak proklamasi kemerdekaan sampai dengan penyerahan kedaulatan negara RI di penghujung tahun 1949 dengan melalui tahapan-tahapan revolusi fisik dengan variasi beberapa kali gencatan senjata yang dapat kami himpun secara garis besar. Sudah barang tentu penyusunannya jauh dari pada sempurna, karena sebagaimana kami sebutkan pada pendahuluan karangan ini, bahwasanya kecuali tidak ditemukannya data-data otentik berupa dokumentasi, melainkan hanya bersumber pada ingatan beberapa orang bekas pelaku perjuangan yang masih hidup, juga karena penyusun redaksinya hanya seorang buta pengalaman menyusun naskah, namun yang dipentingkan adalah agar sejarah perjuangan ini dapat dimaklumi oleh generasi lanjutan, bahwa kemerdekaan yang kita bela dengan banyak pengorbanan sesungguhnya benar-benar terjadi pula di Kecamatan Tulis sendiri.
Adapun para pelaku perjuangan yang tersebar di seluruh desa-desa Kecamatan Tulis, kini sudah banyak berkurang karena puputnya usia, dan sebagian ada yang berdomisili di daerah lain. Sebagian pelaku perjuangan telah mendapatkan predikat penghargaan dari pemerintah sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan RI, dan sebagian lagi enggan untuk mendaftar-kannya sebagai Veteran.
Adapun dari para Veteran tersebut, telah banyak yang mendapatkan pensiun/Onderstand dari Angkatan Bersenjata yang dulu pernah digabunginya dan sebagian lagi mendapatkan tunjangan Veteran usia lanjut.
Tulis, Desember 1984
LEGIUN VETERAN RI
MARKAS RANTING
KEC. TULIS
Penyusun,

Untung Rasdhi 

SUMBER DATA ( para pelaku )

1. Maksudi      Kandangserang
2. Banuhardjo Doro
3. Sahuri Sardjo Utomo           Simbang
4. Sarlam         Tulis
5. Surip Casmad          Simbang
6. Rustam        Beji
7. Surip Wahyono        Simbang
8. Waryono     Tulis
9. Martoyatin  Beji
10. Casmari     Karanganom
11. Suhardi      Beji
12. Untung Rasdhi       Tulis
13. Wulan Purnomo    Kaliboyo


http://widodo-percobaan.blogspot.co.id/2011/08/sekilas-tentang-sejarah-perjuangan.html

Sejarah Legenda Alas Roban Batang



Alas Roban Batang yang setiap hari senantiasa di lalui beberapa ribu kendaraan yang tuturnya angker bila melalui jalur Pantura terutama Alas roban. Alas Roban terdapat di Lokasi rimba jati di Plelen, Grising, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.



Jalanan yang di bangun pada masa Misteri Alas Roban pemerintahan Gubernur Jendral Herman Willem Daendels, seseorang Gubernur Jendral Hindia Belanda ke-36 yang memerintah pada th. 1808-1811.Jalan yang lebih di kenal dengan sebutan De Grote Postweg yang bermakna Jalan Raya Pos ini di bangun untuk maksud pembangunan infrastruktur sebagai efek dari perkembangan masyarakat.

Roban datang dari kata ‘rob’ yang bermakna air naik, kata ini begitu di kenal oleh orang-orang pesisiran. Kampung Roban sendiri ada di Kecamatan Subah. Roban ada di daerah pantai Laut Jawa. Situasi tempat ini sampai saat ini masihlah saja diselimuti udara mistik yang kental. Perkampungan Roban dulu di kenal dengan Roban Siluman. Konon pada saat yang sudah lampau, orang-orang Roban banyak yang mempunyai pengetahuan tinggi sampai bisa mengubah dianya sebagai buaya. Dari sinilah di kenal siluman buaya yang jadikan Roban sebagai Roban Siluman.

Akan tetapi Alas Roban serta Roban mempunyai peran utama bila diliat dari sejarahnya. Kabupaten Batang dulu di kenal sebagai lokasi Alas Roban yang masihlah sepi belum seramai pemukiman masyarakat saat ini. Alas Roban di kenal dengan tempatnya beberapa siluman, lelembut, serta garong (perampok).

Kawasannya terhitung mulai Perbatasan Kabupaten Kendal dengan Kabupaten Batang sekarang ini sampai Kota Pekalongan. Pada zaman Pemerintahan Sultan Agung Mataram Islam sekitaran th. 1620an, berlangsung penolakan memahami pada VOC serta Mataram yang terlebih dulu merajut diplomasi dalam lokasi serta penyediaan persenjataan.

Sultan Agung punya maksud menggempur VOC yang ada di Batavia. Pasukan yang ikut serta dalam penyerangan datang dari beragam tempat di Jawa. Agar bisa mensupport persediaan logistik jadi di bangun pos-pos pendukung logistik di beberapa tempat yang satu diantaranya di Alas Roban.

Dalam bangun pos di Alas Roban, Sultan Agung mengutus Ki Bahurekso untuk buka Alas Roban. Pembukaan konon diawali dari Kecamatan Subah ke arah barat. Hal semacam ini ditujukan untuk buka tempat yang bakal dipakai untuk menanam beragam jenis sumber makanan untuk mensupport keperluan logistik.

Ketika ada di Kali Lojahan (Kramat), Bahurekso merencanakan bikin bendungan. Tetapi ditempat yang bakal dibangun bendungan ada kayu besar yang melintang di sungai. Lalu beliau bertapa pada Malam Jum’at Kliwon untuk memperoleh pertolongan kemampuan. Lalu kayu bisa diangkat serta dihancurkan, momen ini dimaksud Ngembat Watang (Mengangkat Kayu) yang lalu jadikan nama Batang. Momen pertapaan Ki Bahurekso lalu diperingati dengan acara Kliwonan yang dikerjakan tiap-tiap Jum’at Kliwon di Alun-Alun Kota Batang.

Pos yang di bangun diprediksikan ada di daerah Balekambang, Gringsing. Disini ada pesanggrahan yang dipercaya peninggalan Sultan Mataram. Ditambah karenanya ada patung ular yang serupa dengan Hardowaliko yang dipamerkan di Kraton Mataram Jogjakarta tetapi tanpa ada mahkota. Balekambang yaitu satu bangunan di atas sumber mata air yang nampak dari tanah.

Di sekelilingnya ada rawa yang cukup luas yang saat ini beralih jadi persawahan. Bisa diliat dengan terang kalau persawahan di sekelilingnya yaitu sawah yang berdiri di atas sisa rawa lantaran struktur tanahnya. Balekambang lalu jadikan sumber irigasi untuk sawah yang luas.

Menguak Misteri Mitos Mistis Penampakan Hantu Alas Roban Penyebab Kecelakaan


Alas Roban dapat disebutkan sebagai satu diantara tempat paling angker di propinsi Jawa Tengah. Apa yang anda berharap dari tempat yang paling mengerikan didunia ada ditempat ini. Dari mulai beberapa narasi berdarah, hingga penampakan asli penunggu Alas Roban.


Alas Roban sendiri yaitu nama dari satu rimba yang di dalamnya di buat sejenis jalan untuk menghubungkan kota-kota antar propinsi. Jalanan tersebut telah di buat lama sekali lebih kurang saat Belanda belum lama menjajah Jawa. Nah, tidak cuma rimba Alas Roban, jalanan ini juga kental dengan beberapa narasi mengerikan yang mungkin saja dapat bikin seorang trauma untuk melewatinya.

Sekalipun tak melebih-lebihkan lantaran memanglah tempat ini sungguh mengerikan. Terlebih untuk yang telah pernah melewatinya serta sialnya segera memperoleh peristiwa menyeramkan. Serta tersebut cerita lebih jauh masalah Alas Roban yang pastinya akan membuat kamu jadi penakut saat itu juga.

1. Alas Roban Di kenal Sebagai Tempat Pembuangan Mayat

Ada demikian banyak isu masalah Alas Roban, serta satu diantara yang paling populer salah satunya yaitu narasi mengenai tempat ini yang tuturnya jadikan lumbung pembuangan mayat. Anda tentu pernah mendengar Petrus dengan kata lain Penembak Misterius itu, kan? Konon tuturnya, mayat-mayat korban Petrus itu dibuang disini.

Pernah ada saksi mata yang lihat hal semacam ini serta lalu berkembang jadi narasi seram. Ngerinya lagi, demikian dibuang mayat-mayat itu segera lenyap dalam hitungan hari. Ada sangkaan bila mereka dibawa oleh hewan-hewan buas. Masihlah masalah si mayat yang dibuang, konon tuturnya mereka kerap bergentayangan serta menakuti beberapa orang yang melalui rimba ini.

2. Jalan Alas Roban Di bangun Penuh Dengan Darah Kesakitan

Jalan Alas Roban telah ada mulai sejak era ke 18 serta di bangun oleh beberapa pribumi. Untuk bangun jalan ini memanglah usahanya mengagumkan lantaran mesti membelah gunung, membabati beberapa rimba serta membikin jalannya. Nah, yang lebih mengerikan lagi jalan ini di bangun oleh beberapa pelaku kerja paksa.

Ya, beberapa orang pribumi dengan jumlah beberapa ribu dipaksa untuk bikin jalan selama itu. Alhasil, banyak mereka yang mati lantaran sangat capek atau tingkah laku jelek Belanda. Mayat-mayat beberapa pekerja umumnya dibuang demikian saja di bebrapa pinggir jalan. Maka dari itu, lalu ditempat ini kerap nampak beberapa nada atau mungkin saja penampakan ngeri mereka.

3. Penampakan Hantu  Alas Roban

Melalui Jalan Alas Roban tidak cuma mesti dengan kendaraan yang oke namun juga mental kuat. Masalah kendaraan yang perlu begitu laik jalan, hal semacam itu memanglah diperlukan lantaran jalanan disini cukup ngeri. Jalannya berkelok-kelok serta di sebagian titik cukup curam naik serta turunnya. Masalah mental, terang hal semacam ini diperlukan lantaran apa yang berlangsung di perjalanan kelak kita takkan pernah tahu.

Ngerinya Alas Roban Sangatlah umum bila beberapa orang yang diganggu saat melalui jalan ini. Tak tahu oleh penampakan-penampakan ngeri, makhluk gaib yang menumpang kendaraan hingga disesatkan oleh setan. Di sebagian spot, jalanan Alas Roban ini begitu gelap serta umumnya kerap berlangsung peristiwa gaib itu.

4. Cerita Mistis Kecelakaan Alas Roban Km 15

Dari beberapa narasi orang-orang setempat, jalan Alas Roban ini dapat begitu riskan kecelakaan. Bila dihitung mungkin saja telah ada beberapa ratus kecelakaan berlangsung ditempat ini dengan rata-rata korbannya wafat dunia. Menurut masyarakat setempat, argumen mengapa orang kerap celaka yaitu lantaran sulit konsentrasi, tak tahu lantaran lingkungannya yang buat merinding atau bahkan juga dihantui oleh makhluk halus.

Tidak cuma itu, jalanannya sendiri juga licin dengan sebagian tikungan yang tajam. Rata-rata kendaraan yang lewat juga berkecepatan tinggi hingga bikin resiko kecelakaan semakin besar. Maka dari itu, senantiasa hati-hati saat melalui jalan ini, lantaran hal yang jelek begitu mungkin saja serta gampang berlangsung disini.

5. Mitos Pantangan Saat Melalui Alas Roban

Berdasar pada pengalaman dari beberapa orang yang pernah menelusuri jalan ini, terdapat banyak pantangan yang perlu dijauhi bila menginginkan selamat melalui jalur Alas Roban. Pertama yaitu jangan sampai melewatinya waktu malam hari. Upayakan pagi atau siang saat langit masihlah terang-terangnya. Pilih saat siang atau pagi bakal menghindari kita dari beberapa hal. Umpamanya tidak berhasil konsentrasi lantaran kabut tidak tipis.

Memikirkan lewat Jalan Alas Roban ini kok seperti masuk ke Silent Hill, ya? Super ngeri serta buat ketakutan. Maka dari itu, sebaiknya bila kita cermati pantangan-pantangan yang ada, tak tahu masalah saat serta tetaplah konsentrasi apapun yang berlangsung. Lepas dari kengeriannya, Alas Roban sesungguhnya yaitu tempat mengasyikkan untuk nikmati alam serta memperoleh hawa fresh.

Pantangan setelah itu yaitu senantiasa abaikan godaan yang ada di jalan. Jadi, saat anda lihat suatu hal yang ganjil upayakan tak perlu perduli. Bahaya bila anda hingga sangat menghiraukan itu lantaran yang akan berlangsung yaitu hilangnya konsentrasi dikarenakan ketakutan. Tidak cuma itu, bila telah termakan takut umumnya godaan-godaan selanjutnya akan tiba dengan cara beruntun


Sumber : http://www.expobia.id/2017/03/misteri-cerita-mistis-alas-roban-km-15-legenda-mitos-lokasi-penampakan-hantu-alas-roban.html

22 March 2018

Kyai Jolosekti dan Legenda Desa Jolosekti Batang




Konon pada waktu pemerintahan Mataram pada saat itu Panembahan Hanyokrowati yang kemudian dikenal sebgai Panembahan Sedho Ing Krapyak putra dari Panembahan Senopati, pada saat itu permaisurinya tengah mengandung dan ngidam pingin makan ikan Waderbang Sisik Kencono atau ikan Tombro yg bersisik kuning ke-emasan.
Karena permintaan itu diutarakan terus menerus Sinuwun Hanyokrowati-pun ingin mengabulkannya sedangkan Ia tau bahwa Waderbang Sisik Kencono yang dimaksud permaisurinya bukan sembarangan ikan, melainkan ikan yang telah disusupi Sukma kakaknya yg bernama Pangeran Wiro Nenggolo yang pada waktu itu Pangeran Wiro Nenggolo sangat berambisi menjadi raja hingga bertapa diluar batas kemampuan raganya kemudian Pangeran Wironenggolo meninggal dan sukmanya masuk kedalam seekor ikan Waderbang sisik kencono. Sinuwun teringat pada Ki Ageng Gribig.
Ki Ageng Gribig mempunyai sebuah pusaka yang berujud sebuah Jolo yang terbuat dari Sutra bertampangkan Emas, maka dari itu Ki Ageng Gribig mempunyai sebutan Ki Ageng Jolosutro. Dititahkanya Ki Ageng Gribig untuk menjala ikan Waderbang sisik kencana tersebut.
Ki Ageng Gribig menyusuri sungai untuk mencari ikan Waderbang sisik kencana. Singkat cerita dalam perjalanannya menyusuri sungai mencari ikan Waderbang sisik kencana yang dimaksud sampailah di kecamatan TULIS sekarang ini, disitu Ia mendirikan sebuah pondhok dan sambil meminta petunjuk pada Alloh dimana keberadaan Ikan waderbang sisik kencana yang dimasuki sukma Pangeran Wironenggolo kakak Sinuwun Hanyokrowati.
Pada waktu itu sungai didaerah situ hanya mengalir dan tak dapat mengaliri sawah Nyai Rubiyah yg dikenal Nyai Saketi pun iba bagai mana mengatasi masalah penduduk butuh air untuk mengairi sawah milik penduduk sedang suaminya Ki Ageng Gribig masih bertapa minta petunjuk dimana keberadaan ikan itu berada, yang sangat tidak mungkin untuk meminta bantuan pada suaminya.
Akhirnya Nyai Rubiyah atau Nyai Saketi mengambil pusaka Jala yg terbuat dari sutra dibawanya dan pergi kepinggiran sungai Nyai Rubiyah atau Nyai Saketi. Walau bagaimanapun Nyai Rubiyah atau Nyai Saketi adalah Wali Nu’bah atas izin Allah jala itu dilempar dan ditarik hingga bekas tarikan jala itu berubah menjadi sebuah sungai dan dapat mengairi sawah hingga sekarang ini.
Atas peristiwa itu Ki Ageng Gribig dikenal sebagai Kyai Jolosekti dan menjadi cikal bakal desa tersebut dan mengabadikan jasa-jasa kedua Wali tersebut desa itu disebut desa JOLOSEKTI.
Kyai Jolosekti sendiri tidak lain adalan Sunan Geseng murid dari Sunan Kalijogo. Makam petilasan Kyai Jolosekti dan Nyai Rubiyah atau Nyai Saketi dijaga keberaannya dan di-uri-uri dan belum lama makam direnovasi atas donatur daru Bpk Garot Suyudono.

Artikel Ini ditulis oleh Bpk Supriyo Laksono (Budayawan Kab. Batang)
Catatan: Desa Jolosekti terletak di kabupaten batang tepatnya kecamatan Tulis
Sumber : http://www.tanahnusantara.com/kyai-jolosekti-dan-legenda-desa-jolosekti-kabupaten-batang/


21 March 2018

Masjid Agung Darul Muttaqin Batang




 Letak Kabupaten Batang yang berada di pertengahan ruas jalan yang menghubungkan Jakarta – Surabaya menjadikannya tempat yang tepat untuk beristirahat bagi para musafir. Jika Anda melewati Kota Batang, sempatkanlah untuk mampir sejenak di Masjid Agung Darul Muttaqin Batang untuk melaksanakan ibadah shalat sambil beristirahat.

Masjid Agung Darul Muttaqin Batang terletak persis di jantung Kota Batang tepatnya di sebelah barat alun-alun Batang. Posisi strategis ini menyebabkannya selalu ramai dikunjungi oleh para jamaah baik yang berasal dari sekitar Kota Batang maupun juga para musafir luar kota.

Dari kejauhan, orang akan langsung bisa mengenali bangunan Masjid Agung Darul Muttaqin Batang yang memang khas. Merupakan perpaduan antara bangunan berarsitektur modern di bagian serambi dan bangunan asli di bagian utama masjid ditambah dengan menara yang menjulang setinggi 29 meter di halaman depan menjadikannya bangunan yang megah nan anggun dipandang.

Ruang utama masjid, meskipun telah mengalami renovasi, masih tetap nampak keasliannya. Ruangan yang sebagian besar terdiri dari kayu tersebut berdiri kokoh di atas tiang berjumlah 12 buah. Belum lama ini, ruangan tersebut dipercantik dengan penambahan ukiran di setiap tiangnya dan juga pengecatan ulang seluruh kayu di ruangan tersebut dengan warna coklat yang membuat suasana di dalam ruangan tersebut menjadi syahdu dan khusyuk.

Sedangkan untuk bangunan serambi telah mengalami perombakan menyeluruh sehingga terkesan lebih modern. Bangunan berlantai dua yang mampu menampung kurang lebih 2000-3000 orang ini hampir seluruhnya dibalut dengan keramik dan marmer berkualitas tinggi.

Di halaman depan masjid, berdiri menara setinggi 29 meter. Angka 2 melambangkan Allah dan Nabi Muhammad SAW sedangkan angka 9 melambangkan Wali Songo. Di bagian bawah menara ini terdapat sebuah ruangan yang berfungsi sebagai kantor Ta’mir Masjid Agung Darul Muttaqin Batang sekaligus perpustakaan masjid.

Sejarah Perkembangan Masjid Agung Batang

Petunjuk mengenai sejarah pendirian Masjid Agung Darul Muttaqin Batang dapat ditemui pada ukiran angka tahun 1242 H (1821 M) yang terdapat pada mimbar khutbah berbahan kayu. Selain itu, pada peng-imam-an (tempat imam, pen.) juga terdapat ukiran berangka tahun 1247 H (1826 M). Dari dua petunjuk tersebut, bisa disimpulkan bahwa usia Masjid Agung Darul Muttaqin Batang sudah cukup tua.
Keberadaan Masjid Agung Darul Muttaqin Batang memang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan masyarakat Batang itu sendiri. Masjid Agung Darul Muttaqin Batang telah menjadi saksi bisu perjalanan panjang Kota Batang. Sejarah mencatat pada tahun 1850-an di Batang pernah hidup seorang ulama besar bernama KH. Ahmad Rifai yang merupakan pendiri gerakan Rifaiyyah yang terkenal menjadi penentang kolonialisme Belanda waktu itu. Dalam sejarahnya, KH. Ahmad Rifai pernah ‘diadili’ Belanda karena ajaran-ajarannya dianggap menentang pemerintah kolonial.
Di bagian belakang Masjid Agung Darul Muttaqin Batang terdapat sebuah makam orang yang menjadi muadzin di Masjid Agung Darul Muttaqin Batang. Muadzin tersebut tewas tertembak oleh peluru penjajah sehingga untuk menghormatinya jenazah dimakamkan di bagian belakang Masjid Agung Darul Muttaqin Batang.
Ta’mir Masjid Agung Darul Muttaqin Batang menyadari bahwa fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah (mahdlah, pen.) semata. Namun juga harus bisa berfungsi sebagai pusat peradaban umat Islam. Oleh karena itu, Ta’mir Masjid Agung Darul Muttaqin Batang menyelenggarakan berbagai program dan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan umat Islam di Batang.
Kiprah Masjid Agung Batang Mengabdi untuk Umat
Secara umum, ada tiga fungsi yang coba dikembangkan oleh Ta’mir Masjid Agung Darul Muttaqin Batang untuk melayani masyarakat di sekitarnya yaitu fungsi pendidikan, dakwah, dan sosial. Dalam bidang pendidikan, Ta’mir Masjid Agung Darul Muttaqin Batang telah mendirikan tiga lembaga pendidikan di bawah naungannya yaitu RA/TK Al Karomah, TPQ Al Karomah, dan SMP Islam Batang.
Selain tiga lembaga tersebut, di belakang Masjid Agung Darul Muttaqin Batang juga terdapat sebuah madrasah aliyah, madrasah ibtidiyyah, dan madrasah diniyyah yang menjadi ‘keluarga besar’ Masjid Agung Darul Muttaqin Batang meskipun dalam naungan lembaga/yayasan lain. Sehingga ada istilah KABELMAS (Kampus Belakang Masjid, pen.) karena di belakang Masjid Agung Darul Muttaqin Batang terdapat kompleks pendidikan mulai dari tingkat TK sampai SLTA.
Dalam bidang dakwah, Ta’mir Masjid Agung Darul Muttaqin Batang secara rutin mengadakan pengajian umum setiap malam Rabu yang telah berjalan kurang-lebih 20 tahun. Selain itu, dalam setiap peringatan hari besar Islam (PHBI), Ta’mir Masjid Agung Darul Muttaqin Batang juga senantiasa mengadakan pengajian baik yang berskala sederhana maupun besar.
Fungsi sosial Masjid Agung Darul Muttaqin Batang diimplementasikan dengan mendirikan lembaga keuangan BMT bekerjasama dengan pihak investor dan koperasi untuk memberikan kemudahan pinjaman modal usaha bagi yang membutuhkan. Di samping itu, Ta’mir Masjid Agung Darul Muttaqin Batang juga mengelola panti asuhan untuk menyantuni yatim-piatu di sekitar Kota Batang.
Kegiatan keremajaan dan kepemudaan di Masjid Agung Darul Muttaqin Batang terwadahi dalam organisasi Ikatan Pemuda dan Remaja Islam Masjid Agung Batang (IPRIMA, pen.). Beberapa kegiatan telah dilakukan oleh IPRIMA untuk menyemarakkan hari-hari besar Islam misalnya Gema Muharram yang diselenggarakan untuk menyambut Tahun Baru Hijriyah dan Festival Tong-Tong Prek untuk menyemarakkan bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Setiap malam Hari Raya Idul Fitri, Ta’mir Masjid Agung Darul Muttaqin Batang menampung dan menyalurkan zakat fitrah dan zakat maal para muzakki (orang yang berzakat, pen.) kepada para mustahiq (orang yang berhak menerima zakat, pen.). Demikian pula setiap Hari Raya Idul Adha, Ta’mir Masjid Agung Darul Muttaqin Batang juga menerima, menyembelih, dan menyalurkan hewan qurban yang diberikan oleh masyarakat.
Yang Unik dari Masjid Agung Batang
Ada beberapa hal unik yang menjadi ciri khas Masjid Agung Darul Muttaqin Batang sekaligus mitos yang melingkupi keberadaan Masjid Agung Darul Muttaqin Batang di tengah masyarakat Batang. Di Batang ada tradisi kliwonan (semacam pasar malam yang diadakan setiap malam Jumat Kliwon, pen.) yang merupakan warisan budaya leluhur.


Tradisi kliwonan tidak bisa dilepaskan dari Masjid Agung Darul Muttaqin Batang karena ada satu kepercayaan yang sampai saat ini masih dianut oleh sebagian masyarakat Batang dan sekitarnya. Di Masjid Agung Darul Muttaqin Batang ada sebuah sumur yang dipercaya airnya – atas izin Allah – bisa menjadi media pengobatan penyakit dan tolak bala.
Terutama bagi orang tua yang ingin agar anak-anaknya tidak mudah terserang penyakit maka mereka akan memandikan anaknya dengan air sumur Masjid Agung Darul Muttaqin Batang setelah sebelumnya anak tersebut diguling-gulingkan terlebih dahulu di Alun-alun. Setelah dimandikan dengan air sumur tersebut, pakaian yang digunakan oleh anak tersebut harus dibuang dan diganti dengan pakaian yang lain.
Terlepas dari masalah percaya atau tidak, tradisi tersebut menunjukkan bahwa keberadaan Masjid Agung Darul Muttaqin Batang telah menyatu dalam kehidupan masyarakat Batang sejak dahulu. Menyadari akan hal tersebut, Ta’mir Masjid Agung Darul Muttaqin Batang terus berupaya mengabdikan diri kepada masyarakat Batang melalui berbagai program dan kegiatannya untuk tetap menjadikan Masjid Agung Darul Muttaqin Batang sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat Batang yang terus berkembang. Sebab diyakini bahwa itulah yang menjadi harapan dan cita-cita para pendiri Masjid Agung Darul Muttaqin agar masjid menjadi pusat peradaban Islam tanpa harus kehilangan ruh ke-Ilahi-annya. (arh)

Sumber :
https://hakimbao.wordpress.com/2011/01/26/masjid-agung-darul-muttaqin-batang-an-unofficial-history/

Sejarah musyawarah para Kyai di Alas Roban - Batang


Syahdan, lima kiai sepuh bersepakat bertemu di tengah-tengah Pulau Jawa. Pertemuan ini dirasa mendesak untuk segera dilakukan. Pasalnya, kondisi masyarakat di bumi Nusantara sudah sedemikian menderita, lelah, dan terpecah. Tiga ratus tahun sudah mereka hidup di bawah tekanan penjajah.

Alas Roban dipilih sebagai lokasi yang tepat untuk mengadakan pertemuan. Selain lokasinya berada di tengah-tengah Jawa, kondisinya yang berupa rimba raya akan mengaburkan mata perhatian penjajah Belanda, meski tetap saja mata-mata Belanda berhasil mengendusnya.
Bagi Anda yang belum familiar, Alas Roban terletak di jalur lingkar Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Berada di jalur utama Pantai Utara (Pantura) Jawa Tengah, jalan di Alas Roban curam dan berkelok. Hingga saat ini di kanan-kirinya terdapat pepohonan yang tinggi dan lebat.
Pada hari yang telah ditentukan, dari daerah Banten Kiai Haji Nawawi bergerak ke arah timur. Kiai Haji Khalil bertolak dari Pulau Madura menuju ke barat. Begitu pula Kiai Haji Shalih mendekat ke barat.
Sementara di titik yang dituju, di Alas Roban, sudah menunggu Kiai Haji Anwar dan Kiai Haji Abdul Karim. Maklum, sejak awal Kiai Anwar didaulat sebagai tuan rumah, karena asli orang Batang, Jawa Tengah. Sementara Kiai Abdul Karim bertempat tinggal di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah. Dengan demikian dia datang lebih awal.
Kelima kiai ini masing-masing memiliki kesamaan dan ikatan antara yang satu dengan lainnya.
Dalam tradisi keilmuan, semuanya lahir dan besar dalam pendidikan keislaman pesantren. Kota suci Mekkah sama-sama menjadi pelabuhan terakhir perjalanan intelektual mereka. Kelimanya juga pernah menetap di kota kelahiran Nabi itu, dalam waktu yang cukup lama. Bahkan Kiai Nawawi menetap di Mekkah hingga akhir hayat.
Sebagai intelektual Muslim yang mengagungkan sistem transmisi keilmuan, atau ketersambungan antara pengajar dan murid yang bermuara pada Kanjeng Nabi Muhammad, bisa dipastikan mereka berkerabat. Artinya, sangat dimungkinkan mereka murid dari satu tokoh, atau cucu murid dari tokoh yang sama. Kemungkinan lain, salah satu dari mereka adalah guru atau murid dari lainnya.
Dan, memang benar. Kelak, tiga dari lima kiai itu menjadi guru dari mahaguru kiai-kiai pondok pesantren di Pulau Jawa, yaitu Kiai Haji Hasyim Asy’ari Jombang. Ketiga kiai itu tidak lain adalah Syekh Nawawi (Banten), Kiai Khalil Bangkalan (Madura), dan Kiai Shalih Darat (Semarang).
Satu lagi kesamaan yang mereka miliki. Meskipun telah menjadi tokoh yang memiliki reputasi hingga ke mancanegara, hati dan pikiran mereka tetap terikat di bumi pertiwi. Air mata dan kasih sayang mereka dicurahkan untuk bangsa Indonesia.
Kelima kiai ini akhirnya bertemu di Alas Roban - Batang. Mereka bermusyawarah, mencari jalan keluar agar rakyat Indonesia bisa terbebas dari penderitaan. Kepada para santri, mereka bersepakat mengajarkan kedaulatan berfikir dan kesanggupan untuk berjuang melawan kezaliman.

Di ujung pertemuan, mereka bersama para santri berdoa, memohon kepada Tuhan agar diberikan jalan menuju kehidupan yang lebih baik. Dari kejauhan, doa-doa yang dilantunkan para kiai dan santri itu terdengar bergemuruh.
Telik sandi Belanda akhirnya bisa menemukan keberadaan mereka. Sumber suara dilacak hingga ketemu. Namun ketika sudah semakin dekat, telik sandi menjadi bingung, karena hanya mendapatkan orang-orang yang duduk bersama menghadap ke arah barat sambil bersuara ha-hu, ha-hu, ha-hu, ha-hu.
Rupanya, saat itu doa-doa yang sedang dilafalkan (dibaca) adalah surah Al-Ikhlas. Karena tidak mengenali bacaannya, telinga si telik sandi tadi hanya menangkap suara ha-hu, ha-hu, ha-hu, ha-hu. Akhirnya, telik sandi berkesimpulan tidak melihat tanda-tanda adanya pasukan atau perkumpulan orang yang mau merencanakan perlawanan.
Kelak, lima hingga enam puluh tahunan kemudian (1945), doa kiai-kiai yang juga menjadi doa dari seluruh rakyat Indonesia ini terwujud. Bangsa Indonesia merdeka.
Peristiwa di atas terjadi pada akhir tahun 1800-an. Saya menerima kisah ini dari figur kharismatik Kiai Haji Dimyati Rois, pengasuh pesantren Al-Fadlu wal Fadilah, Kaliwungu, Kendal, pada pertengahan Februari 2017.
Dari kisah di atas kita menjadi mengerti, begitu besar dan tulus rasa cinta para ulama terhadap bangsanya, Indonesia. Tidak hanya memberikan contoh kepada kaum muda, bagaimana menjadi pribadi yang berdaulat dalam berfikir dan bersikap. Lebih dari itu, para ulama juga mengupayakan lahirnya perubahan secara spiritual. Hal ini sekaligus menjadi ciri khas perjuangan para kekasih Tuhan itu.
Maka, tidak aneh, ketika hari ini terdapat sekelompok orang yang berusaha mengganggu keutuhan NKRI, kaum santri tampil ke muka. Baik secara personal maupun melalui wadah organisasi sosial kemasyarakatan seperti Nahdlatul Ulama (NU). Baik melalui penyampaian argumentasi, maupun keberadaan barisan kaum muda yang siap membentengi negeri, seperti GP Ansor dan Bansernya.
Mengapa demikian? Ya, karena sejak awal nenek moyang dan para gurunya telah menanamkan sikap cinta kepada rakyat dan bangsanya.
Sikap kaum Nahdliyin yang demikian tidak sedang pencitraan atau berperilaku palsu. Tetapi, memang demikian adanya. Sebagaimana para pendahulunya, cinta kaum santri kepada negaranya begitu besar dan serius.
Kepada saya, Mbah Dim (demikian masyarakat luas mengenal Kiai Haji Dimyati Rois) juga menasihatkan bahwa bangsa Indonesia membutuhkan persatuan dari seluruh elemen bangsa, bila ingin berjaya di masa depan.
“…Jauh sebelum Indonesia merdeka, di bumi Nusantara sudah ada orang-orang yang hebat yang memiliki kecerdasan, kedigdayaan dan juga keunggulan dalam menyelenggarakan pemerintahan. Namun, kaum penjajah juga jauh lebih cerdik dalam memecah-belah elemen yang dimiliki bangsa ini,” jelas Mbah Dim.

Sumber : https://geotimes.co.id/kolom/politik/musyawarah-para-kiai-di-alas-roban/

KEGIATAN DONOR DARAH KBWB

KBWB bersama PMI BATANG mengadakan acara Donor Darah yang dilaksanakan pada hari selasa 20 maret 2018 sore tadi ,bertempat di Kantor PMI BATANG Jalan Dr.Sutomo No.28,Kauman, Kec. Batang, Kabupaten Batang,(0285) 391331
Adapaun manfaat dari Donor Darah bisa membuat tubuh jarang terkena sakit dan terhindar dari kanker, stroke, dan serangan jantung. Dengan rutin melakukan donor darah membuat kadar zat besi dalam darah menjadi normal,serta dapatmeningkatkan produksi sel darah merah.
Dengan menyumbangkan darah,berarti kita sudah menyelamatkan nyawa orang lain. Tidak perlu repot-repot jadi pendekar untuk nyelamatin nyawa orang lain, dengan Donor Darah juga bisa. Selain dapat pahala, badan jadi sehat.

Salaam KBWB..
Sekali Saudara Sedulur Saklawase..
WE CARE TO SHARE...






19 March 2018

Sejarah Desa Gombong, Pecalungan, Batang


Nama Desa Gombong terbentuk sejak jaman penjajahan Belanda telah ada berupa “ Perkumpulan atau jam’iyah dalam kehidupan sehari – hari untuk pendalaman dan pemahaman sosial keagamaan dan sampai saat ini tetap dilestarikan oleh warga Desa Gombong Kec. Pecalungan Kab. Batang.
Sumber lain menyebutkan bahwa riwayat bubakan tanah leluhur nama desa Gombong tidak lepas dari inspirator – inspirator para sesepuh desa dan pemangku agama serta pejuang tanpa tanda jasa, sebagiamana yang dapat kita lihat sekarang ini telah dikenal jauh sebelum merdeka yaitu tepatnya tahun 1935. Nama Desa Gombong ada beberapa sumber, namun masing – masing sumber dari nama tersebut bila ditelaah dengan nama yang kita kenal sekarang ini ada 3 ( tiga ) asal usul yang valid yang dijadikan nama desa Gombong yaitu :
Berasal dari kata Banding, bahwa dari kata tersebut terkandung maksud bahwa desa Gombong adalah sebuah desa yang menjadi bahan perbandingan diantara desa – desa lain disekitarnya, seperti bila ditinjau dari segi geografisnya desa Gombong sebuah perkampungan yang berupa pegunungan dan di kawasan desa hutan disamping itu juga sebagai bahan perbandingan pemerintah dalam memberikan kebijakan dalam pungutan pajak berdasarkan klasifikasi tanah antara desa sebelah utara dengan sebelah selatan desa Gombong.
Berasal dari kata Gombongan, asal kata Gombongan menurut bahasa Santri ( Pemuka Agama ) berarti Perkumpulan Kelompok – Kelompok untuk mendalami pengetahuan sosial keagamaan di lingkungan yang rele Sehingga kata Gombongan dikandung maksud bahwa desa Gombong adalah merupakan sekumpulan kelompok – kelompok yang mengutamakan musyawarah untuk menyatukan visi dan misi yang mengutamakan kepentingan umum untuk membetuk satu kesatuan lembaga adat dengan menjunjung tinggi budaya, norma – norma kebangsaan yang senergi dengan norma – norma agama serta mengedepankan perilaku akhlaqul karimah.
Desa Gombong berasal dari kata “ Gombong Bondowoso “. Gombong Bondowoso artinya adalah sautu ilmu kanuragan atau ilmu kesaktian yang dimiliki oleh salah seorang leluhur desa Gombong. Hal ini apabila sekilas dikaitkan dengan fenomena alam sekitar desa Gombong sangat jelas bahwa di wliayah desa Gombong yang berupa pegunungan dengan kemiringan yang cukup curam sangatlah sulit memanfaatkan lahan pertanian persawahan dengan pengairan sepanjang tahun. Konon sewaktu bubakan untuk area persawahan salah seorang leluhur desa dengan segala kekuatan supranaturalnya membuat saluran irigasi agar air sampai menjangkau sampai yang dinamai sekarang dinamai sawah tandon ( bahasa jawa )  yang artinya tampungan atau sawah deggara ( bahasa jawa deg – deg gara  ) yang artinya berdebar – debar bila airnya tak sampai sawah tujuan yang dikandung maksud agar airi tersebut dapat menjangkau area – area tanah yang paling ujung bisa teraliri air seperti wilayah sawah makam dawa yaitu paling ujung desa dan sawah grantungan yang artinya sawah gantung yang sulit air. Dengan kekuatan supranaturalnya, beliau dapat membuat saluran irigasi melewati lereng – lereng pegunungan bebatuan, dan membuat bendungan sungai yang berbatu besar – besar dengan waktu sekejap dikala warga desa tertidur pulas.

Dari penuturan riwat para sesepuh desa Gombong kehidupan masyarakatnya tidak bisa lepas dengan kehidupan alam dan banyak adat kebiasaan yang termutasi dengan budaya koloni Belanda selama kurang lebih 350 tahun dan Jepang 3.5 tahun.
Pada perkembangan selanjutnya dari terbentuk perkumpulan satu kesatuan lembaga adat maka Pemerintahan Desa Gombong mulai terbentuk sejak kolonial Belanda sekitar tahun 1920 telah mengalami beberapa perubahan dalam berdemokrasi dan sistem pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan telah mengalami beberapa fase yaitu sistem kerajaan dan di bawah pemerintahan kolonial, namun demikian tonggak awal keberhasilan menghantarkan kemerdekaan Indonesia adalah karena penegakan nilai – nilai demokrasi. Sebagai bukti kongkritnya dapat kita rasakan adanya penetapan Kepala Desa dengan pemilihan Kepala Desa dan terbentuklah sebuah desa guna menghatarkan kebutuhan masyarakatnya untuk mencapai masyarakat sejahtera.

Referensi : http://gombong.sideka.id/profil/sejarah/