Kisah
Ulama Syech Tholabuddin Penyebar Agama Islam Dan Pejuang Melawan Belanda
Makam Syech
Tholabuddin terletak di dukuh Pekuncen atau tepatnya di areal pemakaman dekat
Kantor Desa Masin Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang. Setiap bulan Sya'ban
masyarakat setempat selalu memperingati haul nya.
Diceritakan
oleh salah satu tokoh masyarakat sekaligus peneliti sejarah Syech Tholabuddin,
KH Amshori, Syech Tholabuddin bermukim di Masin pada Periode Mataram Islam.
"Nama
aslinya tidak pernah dibawa. Kalau di beberapa tulisan, nama-namanya itu
sebenarnya dilebih-lebihkan, tidak ada bukti sejarahnya," ucap KH Amshori.
Dijelaskan,
bahwa para ulama dan wali jaman dulu memang jarang membawa nama aslinya.
Sebagain besar penamaan dikarenakan kondisi lingkungan dan daerah
masing-masing.
"Seperti
untuk mbah Tholabuddin, berasal dari kata Jawa telo budin, kalau dulu telo
disamakan dengan orang yang bodoh. Dengan maksud mbah Tholabuddin bermaksud
merendahkan diri dihadapan masya rakat," terangnya.
"Sedang
kalau istilah Arab nya Tholabuddin,
orang yang mempentingkan kepentingan agama (Islam)," lanjut KH
Amshori kepada koran saat ditemui di rumahnya Desa Candiareng tempatnya
sekarang.
Dijelaskan
lebih lanjut, masuknya ulama Islam di Batang Pekalongan dan sekitarnya, dulu
seiring didirikannya pemerintahan pertama dulu. Yang berpusat di Batang, dengan
pimpinan Ki Ageng Pekalongan, menjelang perang Mataram pertama. Namun masih
mengnginduk ke Kaliwungu, yang dulu dijuluki Mataram Kendal, karena tempatnya
kumpulnya Wali.
Adanya
pemerintahan atas perintah Sultan Agung juga diikuti masuknya Wali dibawah
pimpinan Mbah Baurekso. Dengan penasehat Kyai Agung Cempaluk, mbah Syech Kramat
Pasekaran, Syceh Jambukarang dan pasukan perang yang dipimpin Mbah Gede
Petanasangin (pasukan khusus). Sedangkan Syech Tholabuddin sendiri datang
dimasa perang mataram kedua, setelah masa Mbah Baurekso.
Kedatangan
Syech Tholabuddin juga beserta saudaranya, Mbah Dalabuddin dan Akrobuddin. Mbah
Dalabuddin, kini dimakam di Dracik Kota Batang. Adik Syech Tholabuudin ini
dikenal dengan kharomnya ilmu pemerintahan. Salah satu keturuannya adalah
Santoso, yang pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Batang 20 tahun lalu.
Sedang
saudara lainnya, Akrobuddin, kakaknya di
makamkan di Desa Kaliyoso Cepiring Kendal. Peninggalan karomahnya, di masjid
Jami ada 4 soko, jika dilihat miring berarti jiwanya sedang tidak baik.
"Mbah Akrobuddi juga menjadi donatur saat
perang Mataram Islam melawan VOC, sampai dirinya dijuluki Utsman bin Afan
Jawa," terangnya.
Sedang Syech
Tholabuudin sendiri diberi kharomah atau kelebihan ke ilmu Syariat tapi juga
cukup memiiki harta yang cukup. Salah satu bukti sejarahnya, bisa mengislamkan
Mbah Gono. Yang mana di jamannya dikenal sebagai tokoh Umat Hindu. Bahkan
akhirnya mbah Gono juga menjadi salah satu muridnya sebagai ulama di Masin.
Karomahnya
yang lain, pernah pada suatu saat Kyai Senari Cepiring sekitar tahun 1980 an
berziarah dengan jamaah di makam Tholabuddin. Secara isyarat dipersilahkan
jamaah mengambil uang di pojok makam, tempatnya dibawah gentong yang mana
terlihat banyak sekali yang. Namun pada waktu itu, Kyai Senari tidak
berkeinginan dalam urusan keduniaan, lebih mengutaman keberkahan dan jamaahnya
juga mengamini.
Dari segi
keilmuan, nasab ilmu Syech Tholabuddin belajar ke Kyai Asy'ari (Kyai Guru) di
Kaliwungu Kendal, yang merupakan pendiri Masjid Jami Kaliwungu yang dimakamkan
di Protomulyo Kaliwungu.
"Sedang nasab ilmu ke Walisongo belajar
dari ke Sunan Drajat, dan menyambung ke Sunan Ampel," jelasnya.
Bukti
sejarah perjuanagn Syech Tholabuddin juga sering diperingati, setiap Maulud
Nabi dengan menggelar Kirab Merah Putih. Yang merupakan simbol perjuangan
rakyat Masin dipimpin Syech Tholabuddin mengusir penjajah dengan berjalan kaki
ke Pekalongan. Karena di masanya, hanya Warungasem terutama Masin yang tidak
bisa dimasuki penjajah, sehingga pasukan Masin diperbantukan ke Pekalongan.
Makanan yang
menjadi kegemaran Syech Tholabuddin adalah sego liwet, lauk gereh perek dan
sayur gandul. Ternyata tidak hanya sekedar makanan saja, karena memiiki makna
filosofis yang cukup tingi.
Dari makna
sego liwet, yang beruma nasi sangat matang berarti bahwa setap umat harus
mematang kan syariat (Islamnya). Lauk gereh perek (ikan yang kepalanya besar,
dagingnya dikit lebih banyak duri), degan filosofi setiap umat muslim setiap
makan harus hati-hati, antara makan halal haram dan subhat. Juga harus
hati-hati dengan urusan batin (ilmu santet) karena pada saat itu sangat banyak
sekali.
Sedang
kuluban (sayuran) godong gandol (daun pepaya), mengandung makna banyak wasilah
(manfaatnya).
"Sebagai masyarakat(saat itu) lebih baik ngandul atau jadi makmun jangan
ambisi jadi pemimpin. Karena ambisi jadi pemimpin tidak baik," terangnya.
Diceritakan
karena pada saat itu, setelah Islam cukup kuat banyak orang yang mengaji di
Wali Muria. Namun sekembalinya, semua pada berlomba-lomba ingin menjadi imam
dan pemimpin masyarakat. Sehingga Syech Tholabuddin mengingatkan agar semua
saling mengalah untuk kebaikan.
Sumber : https://www.pekalongan-news.com
0 comments:
Post a Comment